Jumat, 23 Juli 2010

Diary Sivia

Pemakaman telah usai. Liang lahat tempat peristirahatan terakhir ‘sang jenazah’ sudah dipenuhi oleh taburan bunga para pelayat. Di samping nisan tinggal ada 3 anak manusia yang masih belum rela kehilangan si saudara, kerabat, dan sahabatnya itu. Mereka bertanya pada Tuhan mengapa sisa waktu yang Ia berikan pada teman mereka hanya sampai kemarin? Kenapa tak bisa lebih lama? Mengapa harus teman mereka? Mengapa harus dengan cara seperti ini? Ketiga anak manusia itu terus bertanya-tanya dalam hati apa gerangan yang mmbuat Tuhan menyusun rencana seperti ini. Kini seorang wanita beserta seorang pria telah meredakan tangisnya. Mereka mencoba lebih kuat dan menerima semuanya. Toh ‘sang jenazah’ akan lebih tenang jika mereka yang ada di dunia melepas kepergiannya. Tetapi salah satu dari ketiga anak manusia itu tetap menangis dan enggan meninggalkan tempat itu. Dengan berat hati ia menuruti teman-temannya yang meminta dia agar pulang kerumah ‘sang jenazah’.
“Nak Alvin, baju kamu kotor, lebih baik pulang dulu. Kamu juga Iel sama Ify, makasih udah ngebantuin dari tadi. Tante masih belum sadar dari tadi.”ucap si Ayah ‘sang jenazah’ panjang lebar ketika mendapati ketiga anak manusia itu baru memasuki rumahnya.
“Kami boleh ke kamar Via gak Om?”pinta Alvin, dialah salah seorang manusia tadi yang tak hentinya menangis. Ify dan Iel memandang Alvin dengan heran.
“Boleh kok silahkan. Om juga ngerti kalian belum bisa nerima kepergian Via gitu aja.”jawab sang Bapak itu bijak walau dia sendiri masih menyembunyikan kegalauan hatinya.
“Terimakasih Om.”ucap Alvin sambil tersenyum lalu beranjak menuju kamar Via diikuti Ify dan Iel. Mereka membuka kenop pintu kamar Via dengan hati-hati. Tak mau mereka membuat barang-barang peninggalan Via ternodai sedikit pun apalagi rusak. Mereka masuk ke kamar Via. Masih tercium aroma tubuh Via yang biasanya mereka temui setiap hari. Dilihatnya dinding-dinding kamar Via yang penuh dengan foto-fotonya dengan lajunya usia. Tak ketinggalan foto mereka berempat. Semakin menyakitkan mendapati pemandangan seperti itu. Masih terukir jelas dalam benak mereka bagaimana seulas senyum Via, bagaimana susunan rapih giginya, bagaimana jentikkan jarinya, bagaimana uraian rambut indahnya, bagaimana sura yang menenangkan itu. Alvin tak lagi bisa menahan tangisnya. Tanpa isakkan, air matanya mengalir begitu saja padahal ia masih bediri di ambang pintu kamar Via. Ia masih memandangi semua penjuru kamar Via.
“Sorry yah gue cengeng banget. Maafin yah Fy udah nyuekin kamu, maafin yah Yel gue gini banget sama cewek lo.”ucap Alvin akhirnya sambil mendelik kearah Iel yang sepertinya sedikit janggal dengan tangisan Alvin itu. Memang Alvin dan Via bersahabat semenjak mereka masih dalam kandungan, tapi apa seberlebihan inikah? Iel saja yang kekasihnya tak selebih ini.
“Gak apa-apa kok Vin, gue ngerti. Lo kenal Via lebih lama dibanding kita.”jawab Iel mulai mengerti alasan Alvin. Mereka berdua tersenyum dan melangkahkan kaki untuk duduk diranjang Via.
Terlihat Ify sedang memeluki boneka-boneka Via yang biasa Via pakai untuk dipeluk. Ia mencoba merasakan kehangatan tubuh Via yang tertinggal dalam boneka itu dan aroma Via yang mungkin juga tertinggal. Bulir air matanya kini menghiasi pipinya. Iel memandangi foto-foto Via yang terpajang diseluruh penjuru ruangan. Ia tersenyum miris melihat senyuman Via yang begitu berbeda. Ia pun sama, air mata mengalir di pipinya. Alvin, Alvin kini merangkak ke meja belajar Via. Disitu ada tas, buku-buku, novel yang bisa digunakan oleh Via. Alvin tersenyum melihat barang-barang itu. Biasanya disini jika Via meminta Alvin memintanya memberi penjelasan jika diberi PR. Ia membuka laci Via , ingin tahu lebih dalam apa yang Via biasa taruh selama ini yang Alvin tak tahu. Di dapatinya diary berwarna ungu muda dengan hiasan pita disampul depan diary. Dengan ragu, Alvin meraih Diary itu. Hatinya menimang-nimang apakah pantas ia membaca suatu rahasia terbesar seorang manusia? Lancangkah dia melakukan hal ini? Ia melihat kedua temannya yang lain. Mereka masih dalam keadaan menyedihkan. Mereka masih mengenang ‘sang jenazah’. Alvin tak kuat berada dalam ruangan itu. Akhirnya dengan pasti ia mengambil diary itu.
“Fy, Yel gue balik duluan yah.”pamit Alvin.”Yel nanti anterin Ify balik yah,”Fy, kamu pulang sama Iel yah?”lanjutnya sambil mengalihkan pandang dari Iel menuju Ify. Keduanya mengangguk. Alvin pun keluar dan langsung menuju rumahnya yang notabene sebelah rumah Via tanpa berpamitan. Ia menghempaskan tubuhnya diranjang. Omanya yang melihat mata Alvin yang sebegitu memilukan mengurungkan niatnya untuk bertanya. Ia memahami isi hati Alvin, sesungguhnya ia juga merasa kehilangan yang sangat mendalam atas kepergian gadis manis itu.
Alvin menghempaskan tubuhnya di kasur. Tak sempat ia mengganti pakaiannya, matanya mulai bereaksi untuk mengeluarkan air mata yang sedari tadi dia tanam kuat-kuat tapi gagal. Ia masih mengenggam diary Via. Sesekali dia melirik itu sambil bertanya-tanya ‘buka jangan buka jangan?’ . dengan lemas ia membangkitkan posisinya yang semula tidur kini menjadi duduk dengan menyandar ke tembok dengan topangan bantal. Ia bertekad untuk membaca diary itu. Baru saja ia buka diary itu sepucuk surat terjatuh.

Buat siapapun yang ngeliat ini buku. Boleh baca kok. Toh nanti gue udah gak ada. Tapi jangan ketawa yah ^^v .

Alvin tersenyum perih. Seperti Via mengetahui isi hatinya lalu ia melemparkan surat dari atas sana. Ia membuka diary itu dan membaca dengan seksama.

14 February 2009.

Diary baru nih diary baru. Pertama kalinya aku punya diary nih. Eh kenalin, aku Sivia Azizah. Panggil aku Via. Oke? Hem namanya diary tempat kita cerita dong? Kamu itu kado dari Ify. Hari ini hari ulang tahun aku. Gak ada yang special sih, tapi cukup mengesankan. Semua orang yang aku sayang dateng. Kita cuma makan-makan disuatu café sederhana. Aku bahagia karena aku sama orang-orang yang aku sayang. Ada Ify, Alvin dan Iel. Yaiyalah aku seneng kayak aku masih punya banyak waktu buat berlama-lama sama mereka? Aku kan gak boleh menyepelekan momen apapun kalau lagi sama mereka. Ify ngasih kamu ke aku. Alvin ngasih jam tangan, lucu deh warnanya coklat. Kalau Iel ngasih shall gitu warna abu. Maniiiiis banget. Oh iya, aku sama Alvin itu sahabatan dari orok, moto persahabatan kita itu ‘berat sama dipikul ringan sama dijinjing’. Eh itu pribahasa yah? Bodo amat haha yang pasti artinya kita harus selalu berbagi dan selalu ada kalau sama-sama lagi butuh. Kalau aku Iel dan Alvin juga sahabatan, moto persahabatan kita, ‘hadapi dunia dengan senyuman.’ Jadi apapun yang terjadi kita harus selalu tersenyum biarpun hati kita menangis hehe. Kalau kita berempat, tepatnya di tambah ify sih gak ada hehe. Segini dulu yah? Aku bingung nih mau nulis apalagi. Bye ^-^.

Alvin tersenyum membaca diary itu. Itu tepat 6 bulan yang lalu Via tulis. Dia membuka lagi lembaran berikutnya.

16 February 2009.

Hey! Maaf aku gak rajin nulis ginian, maklum sibuk *gayaaaa* . hem hem tadi Alvin cerita kalau dia suka sama Ify. Ckckckckckc gak nyangka Alvin suka sama Ify. Padahal kan aku sama Alvin baru kenal Ify 2 minggu yang lalu. Emang sih kita langsung deket, tapi secepet itu Vin? Gaya lo deh udah suka-sukaan. Ify tuh jadi gini Dy, dia anak baru dikelas aku, Alvin, sama Iel. Dia pindahan dari bandung. Begitu masuk dia duduk disebelah aku. Jadi langsung deket deh sama aku. Terus aku kenalin sama Alvin yang sahabat aku dari orok. Juga Iel yang sahabat aku semenjak aku masuk SMA ini. Tapi kenapa yah aku sedikit sedih waktu dia bilang kalau dia suka sama Ify? Aku cemburu? Masa sih? Ngga kali. Mungkin aku takut Alvin nantinya jadi kurang perhatian sama aku. Jangan bilang siapa-siapa tapi yah. Ini rahasia. Oke? Udahan yah dadah diarykuuuuuuuuu!

Alvin lagi-lagi tersenyum. Ia mengingat ketika ia bercerita pada Sivia kala itu.

***
“Viaaaaaaaaaa.”teriak Alvin dari depan rumah Via. Ini memang kebiasaan mereka kalau mau main pasti manggil-manggil nama dari luar pagar. Tak lama Via keluar dengan wajah sehabis bangun tidur.
“Lo mau nyiksa gue Vin? Hari minggu nih ah.”keluh Via sambil berteriak di depan pintu rumahnya sembari ngucek-ngucek mata.
“Buruan cuci muka, ganti baju kita jogging.”ajak Alvin. Via cuma melengo.
“Ada angin apa lo ngajak gue jogging? Biasanya lo lebih kebo dari gue.”jawab Via sambil menghampiri Alvin yang masih berdiri di depan pagarnya.
“Udah buruan.”suruh Alvin.
“Iya iya. Lo masuk dulu aja.”ucap Via setelah membukakan gembok rumahnya. Alvin mengikuti Via masuk ke dalam rumah Via. Via langsung ke kamarnya untuk mengganti baju dan sikat gigi. Tak lama ia sudah siap dan segera menghampiri Alvin.
“Yuk.”ajak Via.
Mereka pun akhirnya berkeliling komplek. Bukan lari, cuma jalan-jalan aja. Sepanjang jalan mereka hanya berdiam-diaman. Tanpa terasa mereka sudah kali ketiga mengelilingi komplek.
“Duduk yuk Vi.”ajak Alvin yang sudah melihat peluh diwajah Via. Via pun mengangguk. Mereka duduk dibangku taman.
“Nih minum.”tawar Alvin sambil menyodorkan sebotol air mineral yang baru saja ia beli. Via menerima sebotol air itu.
“Hem Vi sebenernya ada tujuannya gue ngajak lo jogging.”ucap Alvin akhirnya jujur. Via tersenyum licik.
“Sudah gue duga Vin.”jawab Via sambil memainkan alisnya. “Ada apa?”
“Gue suka sama cewek Vi.”ujar Alvin malu-malu. Seketika pipinya memerah. Via langsung ketawa ngeliat perubahan rona pipi Alvin.
“Terimakasih ya Allah akhirnya sahabat ku yang satu ini normal.”celetuk Via seperti habis berdoa. Alvin meringis.
“Gue serius Vi.” Kata Alvin memandang Via serius.
“Iya iya oke. Siapa ceweknya? Jangan-jangan gue? Wah jangan! Kita kan sahabatan jangan. Hem siapa dong?”Via ngomong tanpa jeda sambil memegang dagunya bak memikirkan suatu penemuan. Alvin cumin geleng-geleng kepala.
“Gak mungkin deh gue suka sama cewek macem lo.”ledek Alvin sambil tersenyum jijik. Via langsung manyun.”Bercanda Via bercanda.”lanjutnya sambil menoel dagu Via.
“Terus siapa ceweknya?”Tanya Via yang udah penasaran.
“Ify.”jawab Alvin akhirnya. Entah apa yang terjadi pada Via, hatinya miris mendengar itu. Entah cemburu sebagai sahabat ataukah sebagai orang yang mencintai? Tetapi yang jelas perasaan Via seperti menolak kenyataan itu.
“Vi? Halo?”ujar Alvin sambil memainkan jarinya di depan wajah Via.
“Hah iya iya Vin.”jawab Via sambil mengumpulkan pikirannya.”Lo suka sama Ify? Deketin dong.”lanjutnya tanpa ekspresi.
Alvin heran dengan perubahan wajah Via, “lo kenapa Vi? Gak seneng?”
Via mencoba merubah mimik mukanya, “Kok gak seneng sih? Sahabat seneng gue harus seneng dong . iyakan?”
Alvin mencoba menghilangkan keganjalannya, “terus gue mesti gimana nih Vi biar Ify suka sama gue?”
“Lo jemput aja tiap hari, sms an sama dia, kasih dia perhatian lebih. Gitu deh.”nasihat Via. Sejujurnya hati Via sakit ketika mengatakan ini. Tapi demi sahabat?
“Oke oke. Kita balik yuk.”ajak Alvin akhirnya sambil menarik tangan Via.
“Gue cemburu Vin gue gak tau kenapa.”batin Via meringis. Ada sesuatu yang membuatnya tak bisa ikut senang ketika sang sahabat itu senang.

***

Tak terasa air mata sudah mulai menetes. Ia melanjutkan membuka diary itu.

21 February 2009.

Lama gak nulis. Maaf yah. Gini dy, maaf aku baru cerita. Yang tau cuma kamu, mamah, papah, si Mbo, sama Mas udin doang loh. Aku akhir-akhir ini sebuk check up (yang selalu aku lakuin tiap bulan). Ya ya ya, aku sakit dy. Ha! Ha! Ha! Aku sakit kanker, kanker otak tepatnya. Udah stadium 3. dokter memprediksi kurang lebih umur aku satu taun lagi. Aku udah tau ini dari lama kok. Ngga aku ngga sedih. Ngapain sedih toh gak ngilangin penyakit aku? Bukannya malah aku harus berjuang ngelawan penyakit aku? Aku gak mau khemo dan gak akan khemo. Nanti kalau aku botak gimana? Engga deh makasih. Tadi aku check up gara-gara aku pingsan disekolah dikarenakan aku sama iel dihukum gara-gara kita malah main basket pas lagi jam kosong. Jadi deh aku tepar. Eh betewe, genjatan Avin mau pdkt sama Ify sukses tuh. Tapi lagi-lagi hati aku miris nih, gak rela gitu. Ah apaan sih Via ini? Ikutan seneng dong Vi! Udahan yah maaf kalau aku gak selalu nulis tiap hari.

Alvin tak sadar air matanya telah membasahi setengah halaman diary ini, ‘kenapa lo gak bilang dari awal sih Via mengenai ini?’ Alvin menangis. Menangisi keadaan Via. Ia tak bisa membayangkan sahabatnya itu menahan sakit yang luar biasa.
***
1 tahun yang lalu…

“Dok gimana hasil check up Via?”Tanya Mamah Via saat mereka sudah berada di ruangan Dokter Danu.
“Aku cuma kurang darah aja kan Dok?”Tanya Via memastikan sambil tersenyum. Dokter Danu tersenyum pahit melihat senyum Via yang begitu indah.
“Ini hasil lab yang baru keluar. Dan ibu bisa baca sendiri.”ucap Dokter Danu sembari menyodorkan secarik amplop besar.
“Aku duluan ya Mah yang baca.”pinta Via seteah merebut amplop itu dari genggaman Dokter Danu. Mamah Via mengangguk. Via membaca berulang kali isi amplop itu. Air matanya mengaliri pipinya. Mamahnya yang heran dengan reaksi Via langsung mengambil dan membaca amplop itu.
“Umur aku berapa lama lagi dok?”Tanya Via miris. Dokter itu tak tega menatap gadis yang sekarang menangis dihadapannya.
“Perkiraan medis umur kamu 1 tahun lagi, tapi kalau khemo umur kamu bisa lebih lama. Tapi ya tetap Tuhan yang menentukannya.”jelas Dokter Danu. Mamah Via pun menangis dengan terisak.
“Kamu khemo yah Vi?”tawar Mamahnya.
“Ngga ah Mah. Nanti Via jadi jelek.”jawab Via sembari tersenyum padahal air matanya terus mengalir. “Umur Via udah ada yang ngatur kok. Mamah tenang aja.”
Mamahnya tambah menangis. Dokter Danu tak tega melihat adegan sebuah keluarga ini, “Ibu bisa memberi Via dorongan yang kuat yang membuat kepercayaan Via akan sembuh bangkit. Percaya.”
“Terimakasih Dok.”jawab Mamahnya.

***


Dengan enggan ia melanjutkan membuka diary itu.

2 Maret 2009.

Dy,,,, Alvin jadian sama Ify :’( . eh ko nangis? Harusnya :) . tapi gak tau nih aku pengen nangis pas tau dia jadian. Sesi penembakan bisa dibilang standar sih. Tadi pas balik sekolah Alvin langsung nyegat Ify dan langsung ngomong gitu aja. Aku sama iel cuma cengengesan disitu ngeliat muka mereka berdua kayak kepiting rebus. Tapi kita langsung loncat pas Ify ngangguk. Walau seneng gak tau kenapa perasaan aku sedikit ngeganjel. Kenapa yah? Bukannya kalau sahabat seneng kita harus ikutan seneng. Semoga perasaan yang dulu aku kira bakalan tumbuh gak akan tumbuh. Jangan Via jangan! Aku berharap semoga mereka langgeng dan mulus. Amiiiin :D . udahan yah. Bye XD .

***

Via bersama Ify berjalan menuju gerbang sekolah untuk segera pulang. Ia tidak bersama Iel dan Alvin karena mereka sibuk degan OSIS. Tiba-tiba saat mereka berjalan Alvin mencegat mereka.
“Ify.”ucap Alvin setelah berdiri di hadapan Via dan Ify. Via langsung nyenggol-nyenggol tangan Ify gajelas. Ify menatap Via dan Alvin bingung.
“Gue kesana dulu yah.”ujar Via meninggalkan mereka. Mengerti. Ia menghampiri Iel yang bersembunyi di balik pepohonan.
“Ada apa Vin?”Tanya Ify akhirnya walaupun hatinya ketar-ketir.
Alvin masih menunduk mengumpulkan semua tenaganya. Akhirnya ia menatap Ify tajam dan berkata, “Lo mau gak adi cewek gue?”tanyanya langsung. Via sama Iel yang ngedenger itu cuma cengengesan. Padahal hati Via sedikit gak nerima kenyataan ini. Ify langsung nunduk menghindari rona wajahnya yang benar-benar merah padam. “Fy?”lanjut Alvin.
“Eh iya Vin”jawab Ify gelagapan.
“Gimana?”Tanya Alvin lagi. Seperti menunggu sebuah kepastian yang teramat menyangkut nyawa. Seketika Ify mengangkuk pasti walau dia malu setengah mati.”serius Fy?”Tanya Alvin memastikan apa yang ia lihat tak salah.
“Iya Vin, gue mau.”jawab Ify malu-malu. Tiba-tiba Iel dan Via keluar dari tempat persembunyian.
“Ciheeeeeeeeeee. Pj dong.”celetuk Iel yang sekarang berdiri disamping Alvin. Ify cuma nunduk malu-malu sedangkan Alvin menggaruk kepalanya yang tak gatal. Via menahan tangisnya. Ia terlalu bodoh untuk menangis disaat seperti ini. Ia tak kuat akhirnya dia berpamitan pulang.
“Gue balik duluan yah.”pamit Via buru-buru langsung ke arah mobilnya diparkiran. Sesampai di mobil ia langsung melajukan mobilnya dengan pelan sambil menikmati alunan musik yang sangat serasi dengan hatinya

Dulu ku tak pernah percaya kan cinta yang tak harus memiliki
Pernah ku paksakan walau tak sejalan
Meski ku tahu ku salah
Dan ku coba tuk melupakanmu
Karena ku tahu kau bukan milikku
Dan ku berhenti berharap akan cintamu yang dulu ada dihati
Dan ku coba tuk bertahan
Walau berat kini ku berhenti berharap
Kini ku akui hatiku tak bisa selalu miliki dirimu
Pernah ku paksakan walau tak sejalan
Meski ku tahu ku salah
Dan ku coba tuk melupakanmu
Karena ku tahu kau bukan milikku
Dan ku berhenti berharap akan cintamu yang dulu ada dihati
Dan ku coba tuk bertahan
Walau berat kini ku berhenti berharap

Dia mengehentikan mobilnya disebuah taman yang biasa ia kunjungi bersama Alvin. Taman yang menjadi saksi bisu bagaimana persahabatannya dengan Alvin. Taman yang menjadi tempat ketika mereka sedang meluapkan emosinya. Dan Taman yang letaknya depan rumah Iel sekarang.
“Gue bukan sahabat yang baik buat lo Vin. Gue gak pantes jadi sahabat lo! Gue malah gak suka disaat lo udah nemuin putri lo! Gue malah cemburu ngeliat lo seneng-seneng sama cewek lain. Ini apa? Gue sayang sama lo? Bukannya sayang itu harus rela merelakan kalau orang itu bahagia walau bukan sama kita? Kita cuma sahabatan kan Vin? Perasaan kita sayang hanya sebatas sahabat kan? Tapi sorry Vin, perasaan gue melewati batas itu. Perasaan yang tanpa gue ketahui kapan melewatnya. Perasaan yang gue sendiri gak bisa ngontrolnya karena itu bukan milik gue. Perasaan itu milik sesorang yang amat gue sayang yang ngebuat perasaan itu bisa terkendali. Maaf Vin sekali lagi gue kayak gini. Tapi lo tenang aja, gue bakalan berusaha semampu gue buat bahagia kalau lo bahagia.” Via mengelap air mata itu. Lalu mencoba tersenyum dan langsung bangkit meninggalkan taman dan bergerak menuju rumahnya.

***

14 Maret 2009.

Aku mulai gak kuat ngehadepin penyakit aku ini. Aku capek Dy, aku capek harus ngerasain kayak gini. Kenapa harus aku ya Allah? Kenapa harus aku yang mendapat cobaan dari Engkau yang begitu sakit ini? Bukan hanya sakit yang mendera membuatku tersiksa, tapi kenyataan kalau aku gak akan lama lagi disini. Mungkin nanti kamu gak akan kamu tulisin lagi. Udah yah Via cantik gak boleh mikir kayak gitu. Nanti Allah marah loh. Terima dengan ikhlas semua cobaannya pasti semua bakalan terasa lebih mudah. Keep smiling :) .


***

20 Maret 2009.

Aku gak lama-lama kan ninggalin kamu? Aku takut kesempatan buat nulis kamu makin sedikit nih makanya aku rajin nulis walau gak tau nanti gimana. Eh Dy aku gak tau ini perasaan beneran atau ngga tapi jujur aku cemburu waktu ngeliat Alvin sama Ify gandengan tangan. Aku pengen aku yang digandeng sama Alvin. Gandengan tangan itu bakalan terasa berbeda kalau ditunjukkan buat orang terkasih. Alvin palingan cuma pernah ngerangkul aku aja. Itupun dia sering banget kayak gitu. Kayak ke Nova, Agni, Oik, Shilla, temen-temen sekelas kita deh. Dia emang cuek sama cewek. Santai aja gak masalahin semuanya. Jadi aku ngerasa aku pengen jadi sosok yang lebih special dihati Alvin. Kok gini sih? Entahlah, aku juga bingung sama hati aku.

***

Via sedang istirahat di perpusakaan. Gak tau kenapa dia lagi males buat ke kantin. Padahal dikantin ada ketiga sahabatnya. Dia lebih memilih buat baca buku di perpus padahal buku yang dia baca novel. Karena sedikit jenuh juga di perpus, akhirnya Via mutusin buat ke kantin. Posisi kantin yang emang bertolak belakan sama perpus, bikin orang harus muter-muter dulu. Saat menuju kantin, terlihat Alvin dan Ify yang sedang bergandengan tangan, mereka berjalan seperti akan kelapangan. Kini Via berdiri mematung melihat genggaman tangan Alvin dari belakang. Dia hanya melihat punggung dan genggaman sepasang kekasih itu. Dia berlari kembali ke perpus. Hatinya panas ketika melihat genggaman itu. Dia menangis disudut ruangan yang jarang ditempati pengunjung.
“Kok gue gini sih? Gue cemburu? Kenapa? Toh mereka kan pacaran Vi! Lo gak berhak kayak giini!”batin Via. Air mata perlahan jatuh membasahi pipinya, “kapan gue bisa merasakan gengaman itu? Gengaman hangat kepada seseorang yang special dari Alvin?” tak lama bell masuk membuyarkan lamunannya. Dengan tergesa ia balik ke kelasnya dengan keadaan mata yang sedikit merah sehabis menangis. Ify yang sudah duduk dibangku sebelah Via menatap Via heran.
“Lo kenapa Vi?”Tanya Ify, Via hanya menggelengkan kepala. “belum mau cerita mungkin.’ Batin Ify.
“Eh Fy, gue dikasih gantungan gantungan kuci loh sama Alvin, bentuknya penguin, lucu deh! Alvin tau aja gue suka banget sama pinguin.”cerita Ify sambil memamerkan gantungan kunci itu. Via tersenyum, dia mencoba tak ada kesan yang dipaksakan.
“Lucu banget Fy, ih Alvin baik banget yah jadi cowok, beruntung deh lo jadi ceweknya.”komentar Via sambil memandangi gantungan kunci itu sambil tersenyum, ‘gue gak masalahin ini, yang gue masalahin yang tadi pas isitirahat.’

***

Alvin tersenyum miris, “lo suka sama gue Vi?”tanyanya lirih dengan keadaan air mata yang sudah menggenang di pelupuk matanya, sekali saja ia berkedip air mata itu akan membasahi diary Via.

28 Maret 2009.

Lumayan lama yah gak nulis? Biasalah aku sibuk dengan ‘penyakit’ku yang biadab ini. Lagian kalau ketemu kamu pasti bawannya melankolis. Maunya curhat muluuuuu. Yaiyalah, itukan fungsinya diary. Tapi aku juga kan gak mau kalau ceritanya sedih mulu. Aku mau cerita nih, entah aku aja yang ngerasa entah emang nyata. Aku ngerasa kok Iel main perhatian yah sama aku? Dia udah seminggu ini nganter jemput aku. Udah gitu kalau di sms pasti nanya , ‘udah makan belum vi?’ berasa anak kecil diperhatiin gitu. Eh bentar, tapi waktu Alvin ngedeketin Ify juga gini. Waduh aku GR nih. Jangan-jangan Iel ngedeketin aku? Yah Yel, aku kan sayangnya sama Alvin, gimana dong Dy? Kan kasian Iel. Entahlah, yang pasti aku pengen ngehapus semua perasaan aku sama Alvin. Kalau emang beneran Iel suka sama aku, yah mungkin nanti aku juga bakalan nyoba buat suka sama dia. Dan Alhamdulillah banget kalau nantinya perasaan aku ke Alvin ilang

***

Hari ini Via gak bawa mobil karena mobilnya lagi dibengkel. Niatnya mau nebeng ke Alvin, tapi Alvin nganterin Ify dulu. Jadi males aja kalau nanti dia malah jadi kambing congek di mobil Alvin ngeliatin dia sama Ify pacaran. Via diam di halte, nungguin bis. Padahal dia gak tau harus naik bis yang mana buat balik ke rumahnya.
“Naik Vi.”ucap si pengendara motor yang sekarang sudah berada di hadapan Via.
“Ngga ah Yel gue balik sendiri.”tolak Via halus.
“Gue gak setega itu Vi sama sahabat gue, ayo naik.”paksa Iel. Akhirnya Via langsung naik ke ninja hijau Iel itu. Dijalan mereka hanya diam-diaman.
“Thanks Yel.”ucap Via setelah sampai di depan rumahnya.
“Sama-sama. Mobil lo sampe kapan di bengkel?”Tanya Iel yang masih duduk di motornya sedangkan Via berdiri di sampingnya.
“2 minggu gitu Yel, parah banget rusaknya.”jelas Via.
“Yaudah nanti lo gue anter jemput aja.”ujar Iel dengan senyuman, Via mendongak.
“Gak usah Yel ngerepotin aja.”tolak Via.
“Lo nganggep gue sahabat lo gak sih?”ucap Iel bercanda, “pokoknya besok gue jemput yah jam 6.45 lo harus udah siap.”lanjutnya. belum Via menjawab dia sudah melajukan motornya. Via hanya melengos dan segera masuk kamarnya. Dia langsung ganti baju dan menghempaskan tubuhnya di kasur, dan terlelap.
Sekitar jam setengah 5 Via baru bangun, dia langsung ke kamar mandi untuk mandi dan sholat. Setelah itu dia langsung makan dan minum obat. Diraihnya HP yang sedari tadi lupa ia aktifkan. Dia pun mengaktifkan HP nya. Terdapat 5 SMS, smua dari Iel, ‘Alvin udah jarang banget sms gue’, batin Via. Dibacanya sms dari Iel.
From : Iel prikitiw
Viaaaaaa……

From : Iel prikitiw
Jahat banget sms gua gak lo bales

From : Iel prikitiw
Vi? Lo masih hidup kan? Bales sms gue.

From : Iel prikitiw
Lo abis pulsa atau gimana? Gue telfon yah?

From : Iel prikitiw
Ah gak bales lagi. Jahatnya gak bales sms gue.

Via cuma nyengir baca sms dari Iel, dia langsung membalas sms itu kebut.

To : Iel prikitiw
Huuuuuuuuuuu sorry Yel gue baru bangun niwh hwheheheh ada apa sih sms gue? Tumbenan amat? Kangen yah sama gue?

Tak lama Via telah mendapat balasan.

From : Iel prikitiw
Pantes aja! Lo kan kalo udah molor kaya kebo. Wekekekeke. Kalo kangen gimana tuh Vi?

To : Iel prikitiw
Sialan lo :@ hem udah biasa sih yel gue dikangenin.

From : Iel prikitiw
Hehehehe canda Vi canda. Eh tapi beneran deh gue kangen sama lo. Hahahahaha

To : Iel prikitiw
Hueeeeeks! Gue gak suka digombalin Yeeeeeeeeeel huhuhu ada apa lo sms gue?

From : Iel prikitiw
Iya iya gue tauuu biar bikin lo jiji aja hehe. Gak ada apa-apa kk. Udah makan belum Vi? ^^

‘ni anak perhatian amat?’batin Via sambil tiduran di sofa ruang TV nya yang terus-terusan berkutat dengan HP nya.

To : Iel prikitiw
Udah dongggg baru aja beres. Lo? Kenapa? Mau numpang makan? Wgwgwgw

From : Iel prikitiw
Gue juga udah. Idih ngga deeeeeeeeh haha

SMS an mereka pun berlanjut. Semenjak itu Iel jadi lebih perhatian sama Via.

***

Alvin menahan tawa. Tawa keperihan. ‘Via lo kenapa gak pernah curhat sih sama gue? Gue jadi ngerasa bukan sahabat yang baik deh kalau cuma lo yang dengerin gue curhat’ ucapnya sendiri. Ia membalikan lagi halaman diary itu.

7 April 2009.

DY, AKU GAK KUAT. SAKIIIIIIIIIIIT :’(. AKU GAK KUAT NANGGUNG PENYAKIT INI SENDIRIAN. TIAP MALEM AKU SUSAH TIDUR KARENA PENYAKIT INI. AKU CAPEK DY :’( . KENAPA HARUS AKU YA ALLAH? APA SALAH AKU? AKU RELA MELAKUKAN APAPUN ASAL PENYAKIT INI HILANG. TOLONG TUHAN AKU GAK MAU PENYAKIT INI TERUS MENERUS MENYIKSAKU, TERLEBIH KENYATAAN AKU HIDUP TAK LAMA LAGI. AKU GAK KUAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAT!

***

“Mah sakiiiiiiiiiiiiiiiit.”rintih Via saat ia dan Mamahnya sedang menuju rumah sakit. Pak Udin, supir mereka sebentar-bentar menengok ke belakang karena tak tega melihat kondisi Via.
“Yang mana sayang yang sakit?”Tanya Mamahnya sambil mengelus rambut Via dengan air mata yang telah berlinang di kelopak matanya.
“Semuanya sakit Mah. Via gak kuat.”ucap Via lagi. Ia menggigit bibir bawahnya dan mengenggam erat tangan ibundanya, berharap rasa sakitnya segera menghilang.
“Tahan yah sayang. Sebentar lgi sampe.”ucap Mamahnya tak tega. Selang beberapa menit akhirnya mereka sampai di rumah sakit. Via segera dibawa ke ICU untuk diperiksa oleh Dokter.
“Gimana dok keadaan Via?”Tanya mamahnya panik setelah dokter keluar dari ruangan.
“Keadaan Via masih sangat lemah. Karena tidak menjalani khemo membuat virus-virus penyakitnya menjalar luas.”jelas si dokter. Mamah Via tambah menangis. Dokter Danu iba melihat Mamah Via, “Ibu yang sabar yah, ibu berdoa saja kepada Tuhan, ibu boleh masuk dan menengok Via.” Mamah Via pun mangangguk dan masuk ke kamar Via. Via terlihat lebih mendingan dari tadi.
“Mah aku mau pulang. Kan udah gak sakit.”pinta Via manja, Ibu Via menggeleng, “Ayolah Mah, umur Via kan gak lama lagi, masa mamah tega sama Via?”n sambil tersenyum jahil. Mamahnya tambah menangis. “Mamah jangan nangis, Via tambah sakit nih kalau mamah nangis.” Mamah Via pun menghapus air matanya dan tersenyum ke arah Via, demi buah hatinya. “Ya mah ya Via boleh pulang?” Mamah Via tak bisa berkata apa-apa lagi. Tak tega dengan permintaan sang gadisnya itu. Ia hanya mengangguk menuruti permintaan anaknya dengan berat hati.
***

Alvin menangis kembali. Ia tak bisa membyangkan wajah cantik Via yang berlesung pipit itu menangis karena penyakitnya.

Sivia telah meninggal. Dia meninggalkan sebuah Diary. Diary yang menyimpan sejuta rahasia terbesar hidupnya. Diary yang sedang Alvin baca untuk diceritakan kedalam cerita ini. Di dalam Diary sudah diceritakan siapa saja sahabat Via dan tentang Alvin menyukai Ify sampai akhirnya mereka resmi berpacaran, lengkap dengan kenyataan perasaan Via saat itu. Disitu juga tertulis bagaimana lelah dan sakitnya Via menahan penyakit yang menderunya, yang mencoba memusnahkannya dari muka bumi. Ada juga sepanggal kisah sedih ketika Via melihat Ify dan Alvin bergandengan. Ya, dia cemburu. Tetapi semua terhapuskan ketika membaca laman bahwa Via dan Iel sedang menjajaki masa pendekatan. Bagaimana kelanjutan lembaran diary Via?

***

10 April 2009.
Aku lagi pengen ngebahas Alvin nih. Cukup lancangkah aku mencintainya? Mencintai seorang lelaki yang kutahu jelas sudah dimiliki seorang wanita? Mencintai seseorang yang menganggapku sebagai sahabat terbaiknya? Aku sendiri tak tahu mengapa Tuhan lagi-lagi memberiku cobaan begitu berat. Cobaan yang aku terlalu ragu untuk menjalaninya. Tuhan memberiku ‘sesuatu’ yang terlalu ‘wah’ karena aku sendiri belum yakin dengan perasaan ini. Anugrah yang terlalu berat untuk aku pikul. Sungguh aku tak pantas mendapat anugrah ini bahwa kenyataan hidupku tak lama lagi. Aku hanya ingin meminta kepada Tuhan, biar penyakit ini menjalari tubuhku, tapi hilangkangkanlah anugrah ini sebelum menjalari tubuhku lebih jauh. Perasaan ini lebih menyakitkan dari penyakit laknat ini.

***

30 April 2009

Dy maaf yah kamu lama aku tinggalin. Dy tau gak? Hari ini tepat 15 tahun aku sama Alvin nentuin hari persahabatan kita. Biasanya kita selelu ngerayain itu walau cuma jalan bentaran. Tapi…kali ini ngga. Tadi pagi padahal udah kita siapin, tapinya Ify ngajak Alvin jalan. Jadilah Alvin jalan sama Ify. Serius aku gak munafik aku benci sama Ify kalau gini caranya! Gue udah nyoba ikhlas ngerelain Alvin buat Ify, tapi apa ia aku gak boleh jalan sama Alvin lagi. Aku nangis Dy waktu itu. Terlebih waktu abis kejadian Alvin ninggalin aku, aku pingsan karena penyakit laknat itu. Untung ada Irsyad disitu yang langsung nelfonin mamah buat jemput aku. Tapi apa? Apa Alvin peduli saat aku baru ngalamin masa kritis gini? Oke aku koma cuma buat 4 jam, tapi waktu Alvin dikasih tau sama mamah kenapa dia gak nengokin aku malah tetep jalan sama ify? Untung ada iel yang nemenin aku dari tadi. Dia belum tau penyakit aku. Dia kira magh ku kambuh. Aduh Dy, udahan yah, darahnya keluar terus dari idung, jadi aja halaman kamu penuh darah. Aku nulis ini di rumah sakit nih besok pagi juga aku pulang hihi


***

“Vin hari ini jadi jalan kan? Ke café tempat biasa.”ujar Via setelah ia menghampiri Alvin di depan kelasnya. Alvin terlihat bimbang.
“Sorry Vi gue gakbisa.”ujar Alvin ragu, dia tak berani menatap mata Via karena dia merasa bersalah.
Tiba-tiba penyakit Via kambuh, rasanya sakit. Sangat sakit. Ia tahu bagaimana reaksi Alvin jika mengetahui apalagi reaksi yang ia keluarkan saat menahan sakit,”kena…pa Vin?”Tanya Via terbata menahan sakit.
“Gue mau cabut sama Ify, gak apa-apa kan?”Tanya Alvin tak enak hati. Via tersenyum miris.
“Gak apa-apa. Udah sana kasian Ify kayanya nunggu lo di parkiran deh.”jawab Via yang sebenarnya ingin Alvin segera meninggalkan dia.
“Maaf banget yah Vi.”pinta Alvin sekali lagi. Via mengangguk dan tersenyum sambil mendorong Alvin untuk segera pergi. Ketika terlihat Alvin sudah tak ada dari pandangannya. Dia terkulai lemas di bangku yang tadi Alvin duduki. Ia membiarkan darah mengalir dari hidungnya, lalu….dia pingsan. Untung Irsyad masih ada disekolah untuk mengurus futsal. Ia langsung meraih HP Via dan segera menelepon Mamah Via. Sekitar 10 menit kemudian Mamah Via datang dan membawa anak gadisnya itu ke rumah sakit. Waktu sudah menunjukan jam 6, sudah 3 jam Via koma. Tapi dia belum sadarkan diri. Kata dokter ini akibat terlalu banyak fikiran, bukan kelelahan fisik. Tak lama Via sadar.
“Mah.”ucap Via lirih memandangi seluruh penjuru kamarnya. Mamahnya yang sedari tadi menangisi Via langsung menghapus air mata dan segera tersenyum.
“Kamu udah sadar sayang?”Tanya Mamahnya yang tak bisa menyembunyikan rasa bahagia, Via mengangguk kecil diiringi senyuman tipis. “Sakit?”Tanya Mamahnya lagi. Via menggeleng.
“Mah telfonin Iel sama Alvin dong, Via bosen disini sendirian, Via pengen sama mereka disisa hidup Via.”ucap Via lirih. Mamahnya tambah menangis. Diraihnya HP Via yang tergoler disamping ranjang. Dicarinya kontak Alvin lalu langsung memencet tombol hijau. Sengaja tidak di loudspeaker karena Mamahnya masih menjaga privacy anaknya. Ia mendekatkan HP Via kearah telinganya.
“Halo Vin.”ucap Via dengan suara bergemetar setelah telefonnya diterima oleh Alvin.
“Kenapa Vi?”Tanya Alvin yang sebenarnya masih bersama Ify disebuah Mall. Tapi dia sengaja menjauh dulu dari tempatnya duduk bersama Ify
“Lo bisa nemenin gue ga? Gue dirumah sakit.”ujar Via langsung. Alvin mendengar itu langsung panik.
“Lo sakit apa Vi?”Tanya Alvin. Terdapat nada kekhawatiran. Via tersenyum mendapati Alvin mengkhawatirkannya.
“Cuma magh gue kambuh. Lo bisa kesini. Gue bosen.”pinta Via lagi dengan nada manja. Alvin melirik ke arah Ify yang sangat menikmati suasana mereka yang sedang berduaan. Bukan hal baru karena hampir setiap hari mereka selalu jalan. “Lo lagi sama Ify yah?”tebak Via, padahal hatinya ingin mendengar jawaban tidak.
“Iya Vi, sorry ya.”jawab Alvin, kedua kalinya dalam hari ini ia merasa tidak enak pada Via.
“Sorry Vi gue gak bisa nemenin lo padahal lo lagi dirawat. Padahal gue sama dia sering banget jalan tapi…..”
Via memutus ucapan Alvin,”Gue ngerti kok. Temenin Ify yah.”ujarnya lembut dengan suara lemas.
“Maaf yah Vi, gue gak bisa jauh-jauh sama Ify.”ujarnya. seketika Via langsung menggeleng dan membuat Mamahnya memencet tombol merah, mengakhiri telepon.
“Mamah ke kantin dulu ya, kamu gak apa-apa ditinggal?”Tanya Mamahnya yang memang belum makan dari tadi karena sibuk menangisi Via. Via menggeleng.”Mamah makan dulu aja. Tapi tolong sms ini Iel suruh kesini yah.”jawabnya. Mamah nya pun pergi meninggalkan Via.
Setelah Mamahnya menutup kenop pintu Via menangis. Menangis sejadi-jadinya. Alvin lebih memilih Ify dari pada dia. Saat sedang berusaha tersenyum kembali, pintu kamar Via diketuk oleh seseorang.
“Masuk”teriak Via. Si orang itupun masuk ke dalam ruangan dan tercengang melihat kondisi Via.
“Lo sakit apa Vi?”Tanya si pria yang sekarang sudah berdiri di sebelah ranjang Via.
“Magh gue kronis Yel, jadi ya gini.”alasan Via. Dia menutupinya. Untung Iel percaya.
“Alvin sama Ify gak kesini?”Tanya Iel yang melihat Via sendirian.
“Mereka lagi pacaran. Hahaha.”jawab Via dengan tawanya yang miris. Iel ikutan tertawa padahal ia sadar tawa Via dipaksakan. Tak lama Mamah Via pun datang dan akhirnya mereka bertiga mengobrol sampai jam setengah 9 malam Iel memutuskan untuk pamitan.

***
Masih terlihat jelas bekas darah di halaman itu. Warnanya merah pudar. Mungkin karena sudah lumayan lama. Alvin sekali lagi mengeluarkan air hangat dari balik matanya karena menyesali apa yang telah ia lakukan pada sahabatnya itu. Tapi…apakah perlu penyesalan itu jika semua sudah benar-benar terlambat?

8 Mei 2009.

HOW FUCK LIFE IS MY DIARY!!!!!!!!!. Lagi-lagi tadinya aku udah mau jalan sama Alvin . dia janji mau nganterin aku buat beli komik dan dia juga seneng banget pas aku tawarin karena dia mau beli komik juga. Tapi gara-gara Ify semuanya gagal! Well, aku jadi benci sama dia Dy, gak tau kenapa. Mungkin karena pas banget tiap aku punya rencana sama Alvin dia selalu aja dateng dan Alvin lebih milih sama dia dibanding ama ak Dyyyyyyyyyyyyyyyyy! Tapi aku gak berhak benci! Please God make me understand that Ify is Alvin’s girlfriend. Udah udah aku gak boleh benci sama dia karena dia ga salah! Emang Ify kan pacar Alvin. Iyakan? Jadi Alvin pengen ngelakuin yang terbaik buat Ify, iyatoh? toh kalau Alvin ada apa-apa juga Ify yang selalu ada buat dia bukan aku -sekarang, kalau dulu ya aku-. Tapi tadi pas di taman tiba-tiba Iel dateng Dy dan nyanyiin lagu buat aku. Ngena banget deh lagunya. Dia nyanyi sambil ngegitar. Pas banget kan? Kayaknya pas aku lari ke taman dia liat terus langsung ngambil gitar buat ngehibur aku *weleh aku PD banget yah Dy? Aku nangis dibahu dia. Untung dia gak nanya kenapa aku nangis. Iel emang sahabat yang teopebegete deh.

***

Via langsung bersiap-siap untuk pergi ketika melihat jam dindingnya sudah menunjukan pukul 13.12 . hari ini hari Minggu. Dia sudah janjian sama Alvin buat pergi ke Gramedia. Udah lumayan lama mereka gak jalan berdua -sebagai sahabat, pastinya. Setelah siap dia langsung kerumah Alvin yang notabene sebelah rumahnya. Diketuknya pintu rumah Alvin, tak lama Alvin keluar dengan wajah penuh penyesalan.
“Udah siap Vin?”Tanya Via tanpa aba-aba. Wajah Via terlihat ceria. Dia rindu hang out bersama sahabatnya satu ini.
“Sorry Vi, gue mau nganterin……”belum selesai Alvin berbicara sudah muncul Ify dari dalam rumah Alvin. Via menatap heran.
“Sorry banget yah Vi gue minta anter Alvin buat milihin kado buat Kaka gue, gak apa-apa kan Vi?”jelas Ify akhirnya dengan wajah penuh memelas, ‘dia lagi dia lagi huuuuuh sabar Vi’
“Oh. Iya gak apa-apa kok.”jawab Via sok kuat padahal hatinya ingin memberontak.
“Beneran gak apa-apa?”Tanya Alvin memastikan keadaan sahabat tersayangnya itu.
“Ya gak apa-apa lah. Kita kan jalan bisa nanti-nanti Vin.”ujar Via santai dimulut tak santai dihati.
“Kalo lo mau lo ikut aja Vi, kita jalan bertiga, gimana?”tawar Ify polos. Via mengernyitkan dahi. Alvin menatap Ify heran. Ify tidak bereaksi.
“Ngga gak usah. Udah yah gue duluan gue ke mau kerumah Ozy aja tadi dia minta gue temenin di rumahnya.”ucap Via beralasan. Ozy sepupu Via yang rumahnya sebelahan dengan rumah Iel.
“Maaf banget yah Vi gue jadi gak enak.”kata Alvin lagi sambil menepuk bahu Via.
Via tersenyum, rasanya Alvin telah memberi semangat pada Via saat dia menepuk bahunya , “Oke no problem. Bye.” Via melangkahkan kaki keluar rumah Alvin dan langsung menuju taman. Dijalan dia menahan tagisnya. Masa iya dia harus menangs dijalan seperti ini? Bisa dianggap orang gila dia. Dia berlari menuju taman. Tak kuat untuk lebih lama lagi membendung air mata ini. Setibanya ditaman dia langsung duduk di bawah pohon, padahal disitu ada kursi tapi ia memilik duduk dirumput.
Ia menangis. Menangis sejadi-jadinya. Semua yang ada dibemak ia keluarkan, tapi hasilnya, air mata yang keluar hanya 2 tetes. Ia berfikir terlalu picik menangis diatas kesenangan orang lain. Eh tapi hey? Bukankan terbalik? Terlalu picik jika kita bersenang di atas penderitaan orang? Begitukan? Tidak untuk Via. Dia harus ikutan senang pada sahabatnya walau hatinya meringis meminta ampun. Dia sekarang hanya melamun sambil bergumam yang tak jelas. Ia mencoba menangis lagi, tak ada air mata yang keluar. Ia takut untuk mengeluarkan air mata itu. Bimbang, itulah perasaannya. Apa yang Alvin katakan jika ia menangis sekarang ini? Tapi apa yang bisa hatinya katakan jika ia hanya menahan air mata ini? Ia merutuki dirinya sendiri, tanpa suara. Tiba-tiba seseorang dari arah belakang Via mengalunkan sebuah lagu diiringi dengan gitar.

Engkau yang sedang patah hati
Menangislah dan jangan ragu ungkapkan
Betapa pedih hati yang tersakiti
Racun yang membunuhmu secara perlahan
Engkau yang saat ini pilu
Betapa menanggung beban kepedihan
Tumpahkan sakit itu dalam tangismu
Yang menusuk relung hati yang paling dalam
Hanya diri sendiri yang tak mungkin orang lain akan mengerti
Disini ku temani kau dalam tangismu bila air mata dapat cairkan hati
Kan kucabut duri perih dalam hatimu
Agar ku lihat senyum ditidurmu malam nanti
Anggaplah semua ini satu langkah dewasakan diri
Yang tak terpungkiri juga bagi engkau yang hatinya terluka
Di peluk nestapa bercanpur derita
Seiring saat keringnya air mata
Tak mampu menahan pedih yang tak ada habisnya
Engkau yang sedang patah hati
(Last Child - Pedih, kalau mau download nih link nya http://4shared.com/audio/nUcwR7j6/Last_Child_-_Pedih.htm hehe sekalian promosi band kota ku wkwkwkw )
Orang itu bernyanyi seolah mengerti semua kegundahan hati Via. Via menikmati alunan musik itu. Sederhana tapi begitu menyayat. Akhirnya dia menengok pada si pelaku. Dilihatnya Iel sedang tersenyum kearahnya sambil memegang gitar. Via balas tersenyum padanya. Iel menghampiri Via dan duduk di samping Via.
“Gue gak tau jelas apa masalah lo. Tapi yang pasti kalau lo lagi nangis pasti lagi sakit hati kan? Sakit hati bukan karena cinta doang kan? Banyak kan?”Tanya Iel bertubi-tubi. Belum sempat Iel menjawab Via menyandarkan kepalanya dibahu Iel. “Nangis aja Vi, jangan ragu buat ngeluarin air mata lo. Nangis itu perlu kalau lo lagi bener-bener sedih. Jangan dipendem seterusnya. Keluarin semuanya.”lanjutnya. Iel dapat merasakan air hangat yang berjatuhan dari air mata Via. Ditengoknya Via sedang menangis. Menangis setangis-tangisnya.
“Thanks yah Yel, walaupun lo gak tau masalah gue apa.”ujar Via sembari tertawa kecil. Bukan tawa yang Iel dapat, tapi rintihan.
“Sama-sama Vi, sebagai sahabat gue harus selalu ada disamping lo lah.”jawab Iel enteng, padahal dalam hatinya ia ingin sekali menghapus air mata Via itu. Air mata yang mengotori kecantikan Via. Ia ingin menemani Via menanggung masalah ini. Ia ingin mengurangi beban Via. Tapi, siapa dia? Tak lebih dari seorang sahabat. Kurang lebih 5 menit mereka berdiam-diaman. Iel membiarkan Via menangis dulu. Sepuasnya. Sampai akhirnya Via bersuara kembali.
“Lo emang sahabat terbaik gue.”ujarnya setelah mengangkat wajahnya dan telah menghapus air matanya. Mencoba tersenyum, tapi kesan sedih malah yang terpancar.
“Bukannya Alvin?”Tanya Iel menggoda. Raut wajah Via yang tadinya mencoba tersenyum kembali lemas.
“Kalian bertiga,sama Ify, sahabat terbaik gue.”jawab Via segera. Tak ingin mendapat pertanyaan.
Iel mengangguk , “Alvin kemana Vi? Biasanya bareng mulu sama lo. Apalagi kalau lagi bertiga, gue lo dia, pasti gue dikacangin gara-gara kalian berdua mulu.”
Via nyengir, tapi kembali lemas.”Itu kan dulu beda sama sekarang.”kata Via. Dia bangkit dari duduknya disusul dengan Iel. “Gue balik yah. Thanks sekali lagi Yel.”ucapnya sabil berlalu meninggalkan Iel.
“Buat lo apa yang engga Vi.”ujar Iel lirih. Tak dapat di dengar siapapun. Dia pandangi Via dari belakang yang lama kelamaan menghilang, menjauh.
“Sorry Yel gue belum bisa ngebales perasaan lo.”batin Via.

13 Mei 2009.

Dy how beautiful life is! Hari ini….hari ini aku jadian sama Iel. J.A.D.I.A.N!!!!!!!!!! aku sendiri gak tau kenapa mutusin buat nerima dia sebagai pacar aku padahal jelas kalau aku cuma nganggep dia gak lebih dari sahabat aku. Perasaan lebih aku cuma buat Alvin huhu sedih banget harus ngakuin ini. Tapi ya hati nurani aku bilang apa salahnya nerima Iel toh dia baik banget sama aku? Dan aku sayang kan sama dia? Lagian gak ada alesan yang terlalu bisa menguatkan buat nolak dia. Huuuuuuuuuuu aku seneng banget deh Dy. Tapi tapiiiii Alvin ngedukung banget aku jadian. Sedikit sedih sih. Tapi buat apalah? Udah ada orang yang sayang sama aku apa perlu aku sia-siain gitu aja? Ngga kan? Dan aku mau makasih banget sama Allah, udah seminggu ini penyakit aku gak kumat seneng banget deh ihihi. Udahan yah Dy eh maaf tiap aku nulis gak pernah panjang. Thanks ^^

Via hari ini janjian sama Iel, hari ini hari Jum’at. Iel ngajakin Via buat ngelukis bareng di taman. Mereka emang punya hobi yang sama, yaitu ngelukis. Udah lumayan lama mereka gak ngelukis bareng, jadi ya Via ayo ayo aja waktu Iel ngajakin.
“Janjian jam setengah 4 aja yah Vi di taman.”ajak Iel ketika mereka sudah mau pulang sekolah. Alvin dan Ify berpandangan curiga. Iel yang menyadari itu angkat bicara, “kita cuma mau ngelukis bareng, iya gak Vi?”
Via mengangguk,”Emang kenapa sih kalau gue mau ngapa-ngapain sama Iel juga?”Tanya Via. Iel gelagapan. Alvin cuma cengengesan.
“Ya gak ada apa-apalah Vi.”jawab Ify.
“Yaudah yuk balik.”ajak Iel akhirnya. Seperti yang sudah-sudah, Ify dianter sama Alvin. Iel pulang sendiri naik motornya sedangkan Via bawa mobilnya. Padahal sebelum mobil Via sembuh dia selalu dianter jemput sama Iel.
Via menyiapkan peralatan lukisnya. Semua sudah lengkap. Dilihatnya jam sudah menunjukan pukul 3.25 menit. Dia pun langsung berpamitan ke Mamahnya buat ke taman. Sesampainya di taman sudah terlihat Iel yang lagi nyiapin alat lukisnya.
“Udah lama Yel?”Tanya Via dari belakang. Iel berbalik mengikuti langkah Via, lalu Via duduk disebelah Iel.
“Hem 5 menit lah.”jawab Iel enteng.
“Lo nya aja yang kecepetan.”ujar Via gak mau dibilang ngaret.
“Hehehe.”Iel nyengir.
“Eh tema nya apa nih ngelukisnya?”Tanya Via sembari mengeluarkan alat lukisnya.
“Kita kan belum pernah Vi ngelukis wajah, apalagi gak ada sketsa nya, gimana kalau kita ngelukis wajah seseorang yang paling kita sayang? Pasti paling diinget kan tuh?”ceroscos Iel, Via manggut-manggut mengerti.
“Oke. Kita misah yah. Gua disini lo di bangku.”jawabnya sambil menunjuk bangku yang berjarak 3 meter darinya. Via emang gak mau kalau lagi ngelukis dilihatin.
“Sip.”Iel pun memindahkan barangnya. Mereka berkutat dengan lukisan mereka masing-masing. Berfikir keras mengingat setiap lekuk wajah sang objek yang tak ada dihadapan mereka. Sejam kemudian mereka telah selesai.
“Selesai.”sorak Iel dan Via bersamaan. Mereka berpandangan sesaat lalu tertawa.
“Hahaha bareng.”ujar Via. Iel mengangguk dan menghampiri Via dengan keadaan menutupi lukisannya.
“Lo duluan dong Yel yang nunjukin lukisannya.”bujuk Via udah penasaran sama hasil lukisan Iel. Diintipnya lagi hasil karyanya, ‘lumayan’gumannya dalam hati.
“Ladies first dong.”ujar Iel. Alasan saja!
“Yaudah deh nih gue liatin.”jawab Via. Dia memperlihatkan lukisannya kepada Iel, tak jauh yang Via lukis adalah Mamahnya sendiri. “Nyokap gue. Pahlawan gue.”lanjutnya.
Iel menatap Via heran,”alesannya apa lo ngelukis nyokap lo?”
“Ya karena dia pahlawan gue, gimana sih?”jawab Via lagi,”Lo dong sekarang yang nunjukin.
Dengan berat hati Iel memperlihatkan hasil lukisannya,”Maaf Vi kalau jelek.”
“Kok gue Yel?”Tanya Via gak percaya. Dia mengelus lukisan Iel.
“Ya karena gue sayang sama lo.”jawab Iel enteng. Via menatap Iel kaku. “Gue sayang banget Vi sama lo, gue tau kita cuma sahabat. Tapi perasaan gak ada yang tau. Lama-lama gue jadi sayang sama lo. Dan itu lebih dari sahabat.”tuturnya jelas. Iel menghela nafas seolah semua beban yang dari tadi menimpanya sudah hilang. Via menatap Iel seolah ingin mendapat jawaban lebih,”Gue sayang sama lo Vi, dengan berjalannya waktu gue semakin sayang sama lo dan gue sendiri gak tau apa alesan yang tepat buat semuanya.”lanjutnya seolah memperjelas keingin tahuan Via.
“Lo serius Yel?”Tanya Via. Hanya itu yang mampu ia ucapkan.
“Emang muka gue keliatan lagi bercanda?” Iel menatap Via dengan tatapan lebih dalam. Via menggeleng. “Lo mau jadi cewek gue Vi?”
Via tertegun. Berusaha menyadarkan fikirannya bahwa apa yang baru ia dengar itu nyata, ‘gue cuma nganggep lo sebatas sahabt gue Yel. Lo baik banget sama gue dan gue sayang benget sama lo. Tapi ya itu tadi, hanya sebatas sahabat. Emang belakangan semenjak Alvin sama Ify jadian lo lebih ada buat gue, tapi gue masih ragu buat nerima lo. Tapi apa setega itu gue sama sahabat gue sendiri?’ucap Via dalam hati. Dia menunduk tak berani menatap wajah Iel.
“Gak apa-apa kok Vi kalau lo nolak gue. Kita masih tetep sahabatan kan?”ujar Iel mulai pasrah. Tiba-tiba entah ada anugrah dari mana Via mengangguk dan berkata, “iya, gue mau jadi cewek lo.” ‘gue gak mungkin setega itu sama sahabat gue, dan gue ingin belajar mencintai seseorang yang udah tulus cinta sama gue’ batin Via.
“Serius vi? Kamu mau jadi cewek aku?”Tanya Iel lagi, kali ini sudah ber aku-kamu.
“Iya Iel aku mau jadi pacar kamu.”jawab Via tegas dengan senyuman di bibirnya. Dia senang melihat sahabatnya senang karenanya. Hanya itu yang ingin ia lakukan di sisa hidupnya, membuat semua orang bahagia karenanya.
“Makasih yah Vi.”ujar Iel. Via mengangguk. Lalu mereka pun bersenda gurau di taman. Via berharap semua rasa sakit yang menerpanya hilang ketika ia sedang merasakan keindahan dicinta bersama Iel.

***
Alvin tersenyum membaca diary itu. Alvin senang ketika tahu kabar bahwa Iel sudah jadian sama Via. ‘gue tau Vi Iel lebih baik dari gue’ ujarnya pelan. Dilihatnya, tinggal 4 lembar? Dan terlihat tulisan tangan itu semakin lemah. Alvin melanjutkan membacanya.

22 Mei 2009

Hey Dy mau berbagi cerita menyenangkan nih. Hari ini pertama kalinya aku jalan sama Iel berdua sebagai sepasang kekasih. Iyuuuh geli sih kalo sadar. Tapi kan itu emang kenyataan kan? Yah dikit-dikit aku harap aku bisa ngelupain Alvin dan bakalan jadi sayang sama Iel. Amin. Tadi kita makan di café gitu terus dia nyanyi dy buat aku. Dia nyanyi di sidebar café gitu uhm sosweet baget! Aku malu banget diliatin semua orang yang ada di café. Tapi aku seneng bangetttttttttt! Makasih yah Yel buat semuanya. Betewe Alvin nih, semenjak aku jadian sama Iel, Alvin makin lengket deh Dy sama Ify. Emang sih disekolah kita selalu berempat tapi tetep aja mereka lebih deket iyuh aku aja ama Iel gak kayak gitu. Ehm well aku gak suka yang lebay hahahah tapi bodo amat lah yang ada tambah sakit hati kalau mikirin perasaan aku ke Alvin. Udah ada Iel ngapain masih mikirin yang gak ada ? iyakan? Hehe thanks you Dy eh aduh maaf yah tulisan aku jelek banget akhir-akhir ini. Aku jadi susah buat ngegerakin tangan Dy, mungkin karena penyakit aku ini kali yah. Aku udah siap kok dy buat semuanya aku cuma gak siap sama mereka yang aku tinggalin. Papai :)
***

Via sudah siap dengan pakaiannya. Dia sudah terlihat cantik. Ya, dia memang sedang menunggu Iel menjemputnya untuk pergi. Baru saja turun dari kamarnya, suara mobil Iel sudah terdengar. Dengan gesit Via membuka pintu untuk menyambut sang pangeran.
“Udah siap?”Tanya Iel ketika diabaru saja melihat Via.
Via mengangguk sebari mengulaskan senyuman, “pamit dulu sama mamah.”ajaknya. Iel mengangguk. Dia pun mengikuti Via masuk ke dalam rumahnya.
“Maaaaah.”teriak Via dari ruang tamu karena tak tahu dimana posisi sang mamah. Tak lama si Mamah datang.
“Eh ada Iel.”ucap si mamah ketika sudah di ruang tamu. Iel tersenyum dan langsung mencium punggung tangan mamah Via.
“Via nya aku pinjem dulu ya Tan.”ijin Iel. Via terkekeh.
“Iya jagain yah Via nya jangan sampai lecet.”pesan Mamahnya sembari bercanda. “Via bawa obat yah.”lanjutnya sembari mengalihkan pandang menuju Via. Via terlihat kaku.
“Obat apa Tan?”Tanya Iel curiga.
“Obat Magh Yel biasa.”jawab Via gesit. Mamahnya menghela nafas. Iel manggut-manggut. “Bentar yah aku ngambil obat dulu.”pamitnya, Via langsung berlari ke kamar untuk mengambil obat penahan rasa sakitnya dari penyakit biadab itu.
“Yuk Yel berangkat.”ajak Via setelah mengambil obat.
“Tante kita pergi yah.”ucap Iel, mamah Via mengangguk tersenyum. Via mencium pipi sang Mamah lalu mengikuti Iel menuju mobilnya.
Akhirnya mereka pun sampai di café. Mereka pun memesan makanan dan memakannya. Tak ada percakapan yang terjadi disini. Iel seperti terkagum-kagum dengan penampilan Via yang sangat simple tapi membuatnya terlihat lebih cantik dan kalem.
“Vi kamu cantik banget.”puji Iel setelah mereka baru saja meletakkan sendok dan garpu, selesai makan.
Via mengangkat wajah lalu tersenyum, “kemana aja? Baru tau yah aku cantik?”ujarnya PD sembari terkekeh. Iel melengos.
“Aku puji bukannya bilang makasih.”jawabnya sembari pura-pura marah.
“Iya iya makasih yah Iel, kamu juga ganteng kok hari ini.”ucap Via geli.
“Nah gitu dong.”ucapnya lalu tersenyum kepada Via.
“Ye muji aku taunya pengen dipuji balik. Wuuu payah.”ledek Via sembari tertawa. Iel manyun.
“Ye gak gitu juga kali.”sanggah Iel lalu mengedarkan pandang ke seluruh penjuru café. “bentar yah.”pamitnya lalu beranjak pergi menuju panggung didalam café itu. Via heran melihat apa yang akan dilakukan pacarnya itu. Iel terlihat sedang berbisik dengan pemain band di café itu lalu dia duduk sembari memangku sebuh gitar. Diahadapkannya sebuah microfone ke arah mulutnya.
“Sore semua.”ujanya sopan, semua pengunjung café berkoor ’sore’. Lalu ia melemparkan senyuman. “Disini saya mau menyanyikan sebuah lagu untuk pacar saya yang paling saya sayangi.”lajutnya lalu menatap Via yang tengah duduk sendiri di ujung café. Wajah Via terlihat merah padam, lalu ia tersenyum pada Iel, “yaitu Sivia.”lanjutnya.
Dialunkannya sebuah nada dari gitar itu. Dengan intro yang cukup indah dan disusul dengan lagu yang cukup membuat semua orang menggoyangkan kaki.
Bersamamu adalah anugrah bagiku
Aku hanya ingin kau bahagia
Sudah cukup bagiku
Tuk mengerti dirimu selalu ku harap kau bisa mengerti aku
Ingin selalu denganmu warnai hidupku untuk selamanya
Dirimu yang aku cinta dirimu yang aku sayang
Berikan aku tulus cintamu
Cintaku takkan pernah hilang
Janjiku setia padamu
Kau selalu dalam hidupku
Sudah cukup bagiku
Tuk mengerti dirimu selalu ku harap kau bisa mengerti aku
Ingin selalu denganmu warnai hidupku ku ingin slamanya bersamamu
Dirimu yang aku cinta dirimu yang aku sayang
Berikan aku tulus cintamu
Cintaku takkan pernah hilang
Janjiku setia padamu
Kau selalu dalam hidupku
(sevensoul - bersamamu )
Bukan alunan lagu mellow yang romantis, cukup sebuah lagu yang membuat semua orang yang mendengar menikmati iringan nada dan suara si penyanyi itu. Semua orang bertepuk tangan setelah Iel menutup lagu itu. Dia membungkuk mengucap terimakasih. Via hanya bisa tertawa kecil melihat tingkah pola kekasihnya itu.
“Keren.”komentar Via setelah Iel sudah duduk kembali di hadapannya.
“Kamu suka kan?”Tanya Iel, Via mengangguk dengan senyuman hangatnya. Ia menatap matanya lekat-lekat seolah berbicara , ‘makasih Vi, demi kamu apa sih yang ngga’. Setelah itu mereka langsung pulang. Tentunya Iel mengantar Via kerumahnya.
“Makasih banyak yah Yel buat hari ini.”ujar Via saat Iel baru saja memberhentikan mobilnya di depan rumah Via.
Iel menoleh dan tersenyum.”Sama-sama yah Vi. Aku sayang banget sama kamu.”ujarnya tulus.
Via mengangguk, “Aku juga sayang sama kamu.”balasnya,’maaf Yel aku belum sayang banget sama kamu.’ , “aku turun yah, kamu gak mampir?”lanjutnya.
Iel menggeleng, “Engga ah, salam buat Mamah kamu, istirahat jangan kecapekan.”pesan Iel. Via mengangguk lalu turun dari mobil. Iel pun segera melajukan mobilnya.


Sivia mencurahkan semua isi hatinya kedalam Diary bersampul ungu itu. Dia juga menuliskan ketika rencananya merayakan hari persahabatannya dengan Alvin yang ke 15 gagal karena Alvin harus menemani Via, dan disaat itu pula Via ambruk pingsan. Untung ada Irsyad yang menolong sampai ahirnya Via dilarikan ke rumah sakit. Via sangat menantikan Alvin untuk menjenguknya, tapi dia tak datang. Tak bisa. Alhasil hanya Iel yang menemaninya di rumah sakit kala itu. Dan lagi-lagi rencana Via dan Alvin untuk jalan bareng gagal. Lagi-lagi karena Ify. Makin geramlah Via terhadap Ify. Tapi tak mungkin ia memendam perasaan seperti itu. Sampai akhirnya dia menangis di taman, seorang pemuda menyanyikannya sebuah lagu, yang tak lain adalah Iel. Iel yang menyayanginya lebih dari sekedar sahabat menghibur Via ketika Via sedang mengalami kegalauan hati. Sampai ketika Iel dan Via akhirnya resmi pacaran. Dan lagi sikap Ilel yang romantis membuat Via melupakan penyakitnya itu. Bagaimana kelanjutannya?

***

22 Juni 2009

Dy maaf aku udah lama ninggalin kamu. Aku sakit lagi Dy. Aku mulai lemes buat jalan. Kadang buat ngebuka mata aja aku udah enggan Dy. Terlalu lemah kondisi aku sekarang ini. Darah udah mulai menetes di halaman kamu. Maaf Dy udah bikin kamu kotor. Maaf yah aku gak bisa jadi ‘majikan’ yang setia curhat sama kamu. Aku ini lagi di rumah sakit Dy. Tadi waktu aku mau mandi aku pingsan gak tau tepatnya kenapa. Dyyyyyyy, aku kangen Alvin :’( . sekarang dia terlalu sibuk sama Ify. Aku sirik Dy aku sirik. Aku sebel sama Ify karena dia udah ngerebut perhatian Alvin ke aku. Tapi……pantaskah aku masih sayang sama dia? Masih mengharapkan kasih semu itu? Padahal jelas-jelas ada Iel yang sayang sama aku. Ya Allah sulit sekali menjalani kenyataan ketika itu tidak sesuai harapan. Aku tau cinta tak harus memiliki, tapi terlalu sulit untuk mempraktekannya. Rasanya ingin menghapuskan istilah itu dan menggantinya bahwa cinta harus saling memiliki. Tapi itu mustahil. Toh kenyataan aku mencintainya tapi aku tak akan pernah memilikinya. Seharusnya aku bersyukur masih ada Iel yang masih tulus padaku. Maafin aku Yel aku belum bisa jadi pacar yang baik buat kamu. Aku gak tau apa yang bakal kamu ucapin waktu kamu tau semua isi hati aku. Seandainya kamu tau, kamu marah, aku siap Yel karena aku tahu aku udah jahat sama kamu. Tapi tenang Yel, aku selalu ngehargain kamu dan sedikit-sedikit aku mulai menanamkan perasaan aku sama kamu. Maaaf bukan aku gak mau nyoba lebih dalam buat sayang sama kamu, tapi apa harus 2 pria yang membuatku sakit jika aku sudah pergi? Cukup Alvin Yel yang bikin aku kadang gak rela buat ninggalin dunia. Kamu ngerti kan maksud aku Yel? Kamu sayang kan Yel sama aku? Tolong jangan paksa aku buat sayang sama kamu! Maaf kalau aku egois, tapi ini masalah hati. Aku takutttttt……..aku memikirkan kalau nanti aku pergi. Hanya itu Yel. Maaf kalau orang itu Alvin bukan kamu. Tapi kamu akan selalu dihati aku Yel, kamu orang yang paling pertama aku ceritakan pada malaikat ketika aku sedang ‘ditanya’ nanti. Udahan Yah dy, mungkin ini laman terpanjang aku. Aku udah pusing banget nih gara-gara darah keluar mulu. Ups sekarang jam….11 Dy, mamah keliatan capek banget gara-gara nungguin aku . untung besok hari minggu. Eh tapi apa alesan aku ke Iel dan yang lainnya? Gimana nanti deh. Udahan yah Dy aku mau tidur, biarin darah ini terus ngalir. See you :*

Alvin menangis. Menangis sejadi-jadinya. Rasa sesal berkecamuk di dalam benaknya. Rasa sesal yang bgitu dalam kini menghantuinya, mengapa ia baru tahu akan perasaan Via saat dia sudah pergi? Jalan hidup memang susah ditebak. Dia merapatkan lembaran diary itu ke pipinya. Seolah diary itu masih menyimpan halusnya tangan Via. Tapi yang dia raba bukan bagian yang bersih, tetapi bagian yang terkena tetesan darah. Sembari mengelus dengan pipi, dia berharap bahwa Via akan berada di sampingnya lagi. Dia lanjutkan membuka laman diary itu yang tinggal 2 lembar itu.

13 July 2009.

Hey Dy, kondisi ku mulai membaik tapi kebanyakan memburuknya. Tapi tapi tapi aku udah mulai kuat kok buat nulis dan gak sering mimisan lagi. Hu obatnya nambah banyak nih padahal gak usah minum obat juga gak apa-apa kali toh umur aku gak akan lama lagi. Iyakan? Eh aku ada kabar seneng nih, hari ini aku 2 bulan loh sama Iel. Tapi kita gak kemana-mana Dy. Kita cuma ke taman buat ngelukis. Tapi itu cukup buat hati aku seneng banget dan ngelupain semuanya. Seperti biasa, Alvin sibuk sama Ify. Tadi aku bercanda-canda sama Iel. Pulang sekolah langsung nyamperin aku ke kelas dan langsung nyulik aku hahaha bawa aku ke taman. Terus kita beli balon, di balon kita corat-coret pake spidol, aku nulis, ‘aku sayang sama Iel dan aku pengen jadi yang terbaik buat semuanya’, Iel langsung meluk aku waktu dia baca itu. Pelukannya hangat. Hangat sekali. Tapi aku ingin merasakan pelukan Alvin. Eeeeeeh mulai ngaco, aku bales meluk dia. Terus dia nulis , ‘aku sayang via dan pengen selalu bikin dia seneng.’ Aku tadi natap mata dia cukup lama. Dari sorot mata aku mencoba mendapat sorotan yang berbeda. Dan itu ada, entah apa, aku merasa tatapannya hangat, berbeda dari biasanya. Tapi ini membuat aku hangat. Spontan aku meluk dia. Gak tau kenapa. Mungkin sadar akan waktu aku gak mau nyia-nyiain waktu yang tinggal dikit lagi ini. Aku ingin selalu sama Iel walau dia bukan orang yang aku sayang. Tapi toh orang yang aku sayang seneng-seneng sama orang yang dia sayang. Orang yang besar orang yang mampu menerima kekalahan bukan? Apalah itu yang pasti aku seneng banget hari ini. Makasih ya Allah udah lumayan lama semenjak masuk rumah sakit aku gak kumat. Karena minum obat teratur kali yah? Tapi baguslah. Eh tadi balonnya kita terbangin. Terus aku sama Iel ketawa ketiwi. Segini dulu yah Dy, eh tulisan aku rada bagusan kan? Walaupun gak sebagus dulu ^^.

Dengan enggan Alvin membaa halaman terakhir ini. Melihat tanggalnya saja membuat Alvin mengumpulkan semua tenaganya. Itu 2 hari yang lalu. Sehari sebelum Via meninggal. Sempat-sempatnya dia menulis? ‘Via………jika ku sadari kau terlalu berarti untuk meninggalkan dunia ini’ batin Alvin.

12 Agutus 2009.

Keadaan aku hari ini udah ngedrop banget. Aku sempet koma selama 2 hari. Saat koma aku hanya menemui bayangan putih yang tak jelas arahnya. Dan hingga aku sadar hanya ada Iel dan Mamah disini. Mereka yang sejak itu menemaniku. Sahabat yang aku nantikan tak ada. Aku ingat! Sebelum koma aku sama Alvin sempet janjian mau jalan ke café coklat. Udah lama banget, apalgi semenjak Alvin jadian, kita gak kesana. Tapi yayayayayayaaaaaaaa Ify ngajak Alvin nemenin dia ke butik buat nyiapin gaun buat nikahan Kakaknya, Kak Shilla. Apa hak aku sih ngelarang? Dari situ aku lari ke taman. Aku bukan pacar yang baik buat Iel, diam-diam aku menangisi lelaki lain. Untung Iel lagi ke Bogor nengokin omanya. Kalau ada disini kan bakalan ketauan aku kalau aku ke taman, nangis lagi. Oh iya, kalau nanti aku udah gak ada, bilangin ke Iel dia harus nyari pengganti aku buat jagain dia yah Dy hehe. Hem Dy sebelumnya aku gak yakin bisa nulis dihalaman kamu di hari-hari berikutnya. Aku rasa ini laman terakhir aku. Makasih yah Dy selama ini mau jadi tempat curhat aku. Maafin kalau aku ada salah. Doain aku yah Dy, aku capek nih capek banget, rasanya buat ngedetakin jantung aja aku terlalu lemah. Doain aku Dy. Maaf nih yah sekali lagi lembaran kamu kotor sama darah sialan ini. Makasih :***************

***

To : Alvin jelek
Jadi ke cafe coklat?

From : Alvin jelek
Jadi dong. Setengah jam lagi lo harus ada di depan rumah gue

To : Alvin jelek
Dimana2 cowo kali yang nyamperin cewe

From : Alvin jelek
Bodo :p. mau gak?

To : Alvin jelek
Iyedeh. Tunggu gue aje

Via senyum-senyum membaca pesan dari Alvin, dia merasa mungkin ini terakhir kalinya dia bisa mengirim sms. Mungkin dia sudah mendapat kode dari Sang Pancipta. Tak mau memikirkan itu terlalu lama, dengan segit dia bersipa-siap. Setelah siap dia langsung pamitan dan ke rumah Alvin. Dia teriak dari pagar rumah Alvin, “alvinnnn!!!!!!!!!!!!!” kebiasaan yang sudah lama ditinggalkan. Terlihat Alvin sudah keren dengan kaos dan celana pendeknya tampak dari pintu rumahnya.
“Aduh Via gak usah teriak-teriak!.”keluh Alvin sembari menghampiri Via.
Via memamerkan deretan giginya, “Udah lama Vin gak teriak kayak gini.”jawabnya enteng.”Udah siap Vin?”lanjutnya.
“Hem sorry Vi.”wajah Alvin langsung berubah ekspresi, “gue mau nganterin Ify, gak apa-apa kan?”
Ingin rasanya Via protes disitu, berteriakmemaki Ify di depan sahabatnya itu. Tapi apa? Via hanya tersenyum yang baru saja Via buat dengan susah payah, “Oh yaudah gak apa-apa, gue ajak Ozy aja.”jawabnya enteng dengan senyuman yang dipaksa.
“Maaf banget yah Vi lain kali sehari full gue buat lo deh.”ujar Alvin, Via meringis, ‘kapan? Umur gue gak lama lagi Vin’ batin Via, dia memalingkan wajahnya.
“Santai aja lagi.”kata Via sembari menepuk pundak Alvin, dia tak berani menatap mata Alvin. “Gue cabut yah, Daaaaaah.”pamit Via yang langsung membalikkan badan untuk berjalan ke arah taman. Dia berjalan dengan tergesa-gesa. Ingin sampai di taman untuk….menangis. setibanya ditaman dia duduk di tempat dia menangis dulu akan perihal yang sama. Dia memeluk lutut dan membenamkan wajahnya. Air mata tak hentinya mengalir membasahi pipi dan menetes perlahan ke rerumputan.
“Ya Allah apa harus begini kalau sahabat kita pacaran? Apa harus sang sahabat yang menjadi korban kecuekan sahabat lainnya? Apa itu masih bisa dianggap sahabat? Aku gak tau berapa lama lagi di dunia, yang aku mau cuma ngabisin satu hari sama Alvin, apa itu gak bisa? Kenapaaaaaaaaaaa? Aku benci!!!!!!!!!!!! Kenapa gak bisa? Apa karena aku sudah punya Iel? Hanya ituuuuuuuuuuuuuu? Aku gak terimaaaaaa………..”Via terus berteriak dalam hati sembari terus menangis. Lama sekali dia menangis, ‘mungkin ini terakhir kalinya gue nangis disini’ batinnya lagi, tak lama pandangannya mulai kabur, darah segar mengalir dari hidungnya. Dia terjatuh dan tersungkur. Dia pingsan. Setengah jam setelah dia pingsan, Tante Ucie, ibunda Ozy lewat taman dan menemukan Via sudah tergeletak tak berdaya. Dia langsung membawa Via ke rumah sakit. Tante Ucie sudah tau mengenai penyakit Via. Setibanya di rumah sakit, Tante Ucie langsung mengabari Mamah Via. Tak lama mereka pun berkumpul dan menunggu dokter keluar dari ruangan. Akhirnya yang dinanti pun keluar dari ruangan.
“Keadaan Via gimana dok?”Tanya Mamahnya setelah dokter keluar dengan nada khawatir.
Dokter menghela nafas, “keadaannya sudah sangat kritis. Kita tinggal menguatkan diri saja dan banyak berdoa kepada Tuhan.”jawab si dokter. Mamah Via langsung menangis di pelukan Tante Ucie.
“Via masih koma dan akan kami pindahkan ke ruangan khusus. Harap keluarga mengurusi administrasi.”lanjut Dokter lalu pergi.
Mamah Via dan Tante Ucie terlihat shock melihat keadaan Via yang belum sadar-sadar juga. Dia koma. Kritis. Sekarat. Mamah Via baru terfikir untuk mengabari pacarnya, Iel. Diraihnya ponselnya dan segera mencari nama Iel di kontaknya. Beruntung dulu dia sempat menyimpan nomer Iel.
“Halo tan ada apa?”Tanya Iel diujung sana, terdengar nada heran.
“Kamu dimana Yel?”Tanya Mamahnya balik.
“Aku baru aja sampe Jakarta, kenapa tan?”
“Via dirawat Yel, keadaannya kritis, kamu bisa kesini?”
“Dimana tan rumah sakit mana?”Tanya Iel panic, dari nada suara tak bisa menyembunyikan bahwa dia benar-benar khawatir.
“Di rumah sakit pelita kamar nomer 309.”
“Iya tan Iel segera kesana.”
Klik. Telfon terputus. Kini Ibu Ucie dan Mamah Via sedang duduk di sofa, menemani Via. Ruangan Via sudah dipindahkan, bukan lagi di ruangan ICU, mereka memandangi Via dengan tatapan nanar. Tak tega melihat gadis yang amat mereka sayangi tergeletak tak berdaya. Mereka iba melihat kondisi Via. Tak lama kemudian, pintu kamar terbuka, Ozy dan Riko datang, mereka anak Bu Ucie sekaligus sepupu Via begitu melihat kondisi Via, Ozy langsung duduk di sebelah ranjang Via, diraihnya tangan Via, dia genggam tangan yang lemah itu. Dia usap pelan di pipinya.
“Kak Via harus kuat Yah, ada Ozy disini yang siap kakak lukis kapanpun. Ozy kangen kaka. Kaka janji yah sama Ozy buat bangun?”ujarnya lembut. Perlahan air mata mengaliri pipinya. Air mata yang sedari tadi sudah menumpuk di pelupuk matanya. Riko juga menatap Via dengan tatapan memberi semangat, dia tidak menangis walaupun matanya sudah berkaca-kaca. Tak lama Iel pun datang. Dia tak percaya ketika melihat Via terbaring lemah. Ozy menyingkir dan duduk di pangkuan ibunya, Tante Ucie. Iel duduk ditempat yang barusan Ozy tempati. Digenggamnya tangan Via kuat-kuat seolah dia ingin mentransfer seluruh tenaganya untuk Via. Dibelainya rambut Via dengan kelembutan. Ditatapnya Via dengan kehangatan. Tapi itu belum mampu membuat Via tersadar.
“Via sakit apa Tan?”Tanya Iel akhirnya, dia gak percaya kalau Via hanya menderita magh kronis.
Mamah Via menggeleng, seolah meminta Iel untuk tak membuatnya membeberkan penyakit Via, “biar Via yang bilang nanti.”jawabnya.
“Dari kapan Via disini tan?”Tanya Iel lagi.
“Jam 11 Yel.”jawab Mamah Via. Dia lihat jam, sekarang sudah jam 3 . Dia duduk di bangku samping tempat Via tergoler lemah, tanpa melakukan aktifitas yang lainnya. Mamah Via dan Tante Ucie berusaha menguatkan dirinya sendiri. Ozy dan Riko sudah pulang. Mereka tak kuat jika harus berlama-lama melihat sepupu mereka itu. Iel akhirnya tertidur di samping ranjang Via. Tangannya masih mengenggam erat tangan Via. Genggaman yang hangat.
Tante Ucie sudah pulang dari rumah sakit, kini tinggal Iel dan Mamah Via yang ada menemani Via. Belum ada tanda-tanda akan sadarnya Via. Iel terbangun. Diliriknya jam, setengah 10. dia melihat kalender di HP nya, tanggal 10 Agustus. Dia taruh lagi HP nya di meja. 3 hari lagi tepat 3 bulan ia dan Via berpacaran. Masih sebentar memang, tapi kenangan yang tergores terlalu banyak. Tiba-tiba mamah Via terbangun dari tidurnya.
“Nak Iel, lebih baik kamu pulang dulu. Kasian kamu baru pulang dari Bogor langsung kesini.”ucap Mamah Via dengan senyuman lalu mendudukan posisinya yang asalnya terbaring.
Iel mengangguk, “Iel pulang dulu yah Tan, besok pagi Iel langsung kesini kok. Ada yang mau tante titipin biar besok Iel bawain?”jawabnya. sangat enggan untuk meninggalkan Via barang 5 menit.
“Ngga usah. Udah tante titipin ke Tante Ucie.”jawab Mamah Via.
“Iel pulang dulu yah Tan, kalau ada apa-apa langsung hubungin Iel.”pamit Iel setelah mencium punggung tangan Mamah Via. Mamah Via mengangguk, Iel meninggalkan ruangan.
Iel membawa mobil dengan keadaan rapuh. Tak tega melihat kekasihnya tergeletak tak berdaya. Ingin rasanya mengganti posisi dengan gadis itu. Terlalu baik gadis itu untuk mengalami hal setragis ini. Mengapa takdir Tuhan terlalu kejam?
Keesokan harinya sekitar jam 9 Iel sudah berangkat menuju rumah sakit. Mamah dan Papah Iel sudah mengetahui kedaan Via. Mereka hanya bisa terus mendoakan Via yang terbaik. Setibanya di kamar Via, dilihatnya Mamah Via yang baru keluar dari kamar mandi. Wajahnya sudah lumayan segar, tapi lembabnya mata masih menempel di wajahnya. Iel bersalaman dengan Mamahnya Via.
“Tante sarapan dulu ya Yel di kantin, kamu udah sarapan? Mau sekalian tante beliin?”ujar Mamah Via sembari mengambil dompet di lemari.
“Iel udah sarapan tante dirumah. makasih”jawab Iel manis lalu melangkahkan kaki untuk duduk di sebelah ranjang Via.
“Tante nitip Via yah Yel.”pamit Mamahnya lalu pergi meninggalkan rungan.
Diraihnya tangan Via yang masih tergeletak lemah tak beraya. Dia usap lembut pipi Via. Dia rindu akan senyuman Via yang mempunyai lesung itu. Ia rindu suara, celotehan, dan keluhan Via. Dia rindu candaan Via. Tak terasa ia menitikan air mata. Walau tak deras. Yah, dia pria. Takutnya Via sadar dan melihat lelaki itu menangis. Dia menguatkan dirinya walaupun hatinya sendiri sudah meronta, tak kuat menahan lebih dalam lagi. Dia baru ingat akan sosok sahabat mereka yang lain. Diraihnya Hp lalu ia segera mencari kontak , “Alvin Jonathan” dia tekan tombol berwarna hijau lalu menunggu nada diangkat.
“Kenapa Yel?”Tanya Alvin yang sepertinya baru bangun tidur.
“Lo dimana Vin?”Tanya Iel balik. Tak menjawab pertanyaan Alvin.
“Dirumah. Kenapa?”jawabnya enteng.
“Lo tau Via dirawat?”Tanya Iel lagi, Alvin menegakkan badannya, “dia koma Vin.”lanjut Iel, nadanya lirih.
Alvin tercengang, dia tak mampu mengucap apa-apa lagi, “dari kapan?”
“Udah 23 jam.”jawab Iel, nadanya lemah. “Lo gak kesini buat nengok sahabat lo ini?”
Alvin bimbang, inikah yang namanya sahabat? Ketika sang sahabat jatuh sakit ia malah bersenang-senang? “Gue mau nemenin Ify ke pesta temennya Yel.”jawab Alvin merasa bersalah. ‘maafin gue Vi gue bukan sahabat yang baik.’
“Lo gak mau nengokin sahabat lo dari kecil ini Vin?”
“Sorry Yel gue ada janji sama Ify, ada lo yang bisa jagain dia. Maaf.”
“Tapi gue harap sebagai sahabat yang baik lo nengokin dia.”
“Gue janji gue bakalan nengokin dia.”janji Avin. Tanpa menjawab Iel langsung menutup telfonnya. Ingin marah rasanya mendengar jawaban Alvin tadi. Dia lebih mementingkan sang pacar daripada sahabat. Karena sebenarnya dia tahu….Via sangat menginginkan kehadiran Alvin saat ini. Ya, Iel sedikit tahu perasaan Via.
Sudah jam 5 sore. Iel masih setia menunggui Via. Mamah Via ijin pulang dulu untuk membenahi pakaian-pakaian Via. Iel tak bosan-bosannya hanya duduk disamping Via sembari mengelus-ngelus rambut, pipi dan tangan Via. Tak tahu apa yang harus dia ungkapkan untuk mengeluaran semua gurat kesedihan dan emosinya.
“Vi, kamu janji yah sama Aku kamu bakalan kembali bangun? Kamu bakalan ngelukis bareng sama aku? Kamu bakalan nasehatin aku? Kamu bakalan nyuruh aku makan kalau aku lagi males? Kamu bakalan nasehatin aku kalau aku lagi marah sama orang tua aku? Kamu mau kan Vi ngelakuin itu lagi? Bangun dong Vi, kasih aku satu senyuman dan bila perlu sebanyak-banyaknya yang kamu mampu. Jangan tinggalin aku. Kita bersama baru sebentar Vi. Aku pengen ngabisin banya waktu lagi sama kamu. 2 hari lagi kita 3 bulanan loh Vi. Aku nyanyiin lagi kmu lagu. Mau dimana? Di taman? Di café? Dimana aja terserah kamu asal kamu janji kamu bakalan bertahan buat aku, buat semuanya. Kamu gak kasian sama Mamah kamu yang udah nangis itu Vi? Aku sayang sama kamu.”Iel akhirnya melontarkan kata-kata yang berkecamuk dia dalam otakya. Walau belum semuanya. Ia tak tahu harus berkata apalagi. Digenggamnya tangan Via kuat-kuat. Tak mau sedikit pun melewatkan denyut nadi Via.
Mamah Via sudah kembali ke rumah sakit. Iel pulang karena sudah pukul 7 dan dia juga harus beristirahat. Seperti kemarin, dia janji untuk kembali pada pagi hari di hari esok. Mamah Via tau apa yang sangat Via butuhkan. Dia membawakan Via diary nya. Diary yang tak pernah dibuka oleh siapapun selain dirinya. Mamah Via tau betapa besar arti diary itu karena diam-diam ia suka mengintip jika Via menulis diary itu sembari menangis, tersenyum.
Terbenam keraguan pada hati Iel, ragu akan kesembuhan Via. Dia sendiri tak tahu mengapa itu ada di benaknya. Apakah karena dia berfikir realistis? Mungkin dia harus lebih menguatkan diri. Sudah 47 jam Via tak sadar. Iel sekarang masih saja setia menunggui Via. Tak akan pernah rela kehilangan sedikit pun gerakan Via saat ini. Mamah Via pun iba melihat Iel yang sangat menyayangi gadisnya itu tak tahu apa-apa mengenai penyakit Via, yang ia tahu Via hanya koma. Hanya itu. Tanpa alasan yang pasti, ‘Vi, kamu bangun yah. Setidaknya kamu jelasin dulu sama semuanya apa yang terjadi sama kamu.’pesan mamahnya dalam hati sembari menatap Via dari sofa yang ia duduki.
Tiba-tiba Hp Iel yang di silent itu bergetar.
From : Alvin Jonathan
Gmn Via?

Sedikit emosi membaca pesan Alvin itu.
To : Alvin Jonathan
Masih koma . lo gak mau ksn?

From : Alvin Jonathan
Gue masih punya janji sama Ify, nanti malem gue kesana deh.

To : Alvin Jonathan
Emg Ify gak tau keadaan Via gmn?

From : Alvin Jonathan
Tau, tp gmana? Kita sibuk

Iel tak menjawab pesan dari Alvin. Setega itu kah sang sahabat yang dibilang sahabat sejati itu? Iel tertidur di sebelah Via. Tiba-tiba tangan Via bergerak, Iel langsung sadar karena sedari tadi dia mengeggam kuat tangan Via. Dengan sigap dia memencet bell rumah sakit. Tak lama dokter datang dan memeriksa keadaan Via. Mamah Via dan Iel menunggu cemas diluar kamar. Malam Via sadar, jam 8. untung masih ada dokter. Dengan sepenuh harapan mereka menunggu kabar baik itu datang.
“Kedaan Via mulai membaik. Sekarang dia sudah sadar. Tapi jangan membuat dia melakukan banyak gerakan.”ucap si dokter setelah keluar dari ruangan. Mamah Via dan Iel mengangguk dokter beserta para suster meninggalkan mereka dan mereka pun segera masuk ke dalam kamar.
“Ma…..mah…..I….el…..”ucap Via terbata-bata. Mamah Via mendekati Via dan mengelus lembut rambut Via. Iel tahu ini bagian terpenting untuk seorang ibu dan anak.
“Via, kamu harus bertahan yah?”ucap mamahnya sembari mengelus rambut Via. Via hanya tersenyum. Senyum yang mereka rindukan.
“Via gak janji Mah, Via capek.”jawabnya. suaranya sudah mulai stabil. Mamah Via mengeluarkan air mata. Iel mendekati ranjang Via.
“Kamu tahan yah Vi, demi kita semua yang sayang sama kamu.”pinta Iel dengan senyuman tulusnya walaupun sebenarnya ingin rasanya dia menangis seperti Mamah Via.
“Makasih ya Yel, aku tau kok kamu yang udah nungguin aku koma. Makasih banget. Maaf kalau waktu kita cuma sebentar.”ujar Via. Iel tak mampu menahan air matanya. Via melirik mamahnya yang masih mengeluarkan air mata. “Mamah jangan nangis ya, demi Via mah.”Mamah Via mengagguk. Via menghapus air mata Mamahnya dengan ujung telunjuknya.
“Mamah ke mushola dulu yah.”pamit mamahnya yang langsung bangkit pergi. Dia ke musola untuk mengucap syukur pada Allah atas kesadaran gadisnya itu. Dan meminta Allah untuk tidak mengambil putrinya secepat itu.
“Vi, kamu sakit apa?”Tanya Iel akhirnya, lalu dia duduk di samping ranjang Via.
“Aku kanker Yel kanker otak.”jawab Via enteng sembari terkekeh. Iel tercengang. “Alvin mana?”tanyanya ketika menyadari tidak adanya kehadiran Alvin.
“Alvin lagi sama Ify, mau aku suruh kesini?”Tanya Iel gesit sembari meraih HP nya yang ia simpan di kantung celananya.
Via menggeleng, “Gak usah. Mereka kan lagi seneng-seneng. Masa karena aku mereka malah ikutan kesusahan?”jawabnya lagi. Iel tersenyum miris. “Alvin sama Ify udah nengokin aku?”lanjutnya. Iel tak tega untuk melakukan ini, Iel menggeleng lemah. Via ingin menangis tapi buru-buru dia tahan dan langsung tersenyum.
“Aku suruh mereka kesini yah?”pinta Iel lagi.
“Gak usah. Asal ada kamu disini aku seneng kok. Maafin aku yah Yel buat selama ini. Makasih juga buat kehadiran kamu yang selalu ngebangkitin aku. Bilangin sama Alvin dan Ify maafin aku dan makasih buat semuanya” Iel tersenyum lagi. Ia senang akhirnya bisa mendapati suara merdu Via itu. Tapi ada sedikit keganjalan saat Via mengucapkan itu semua. “kamu tidur yah. Kamu pasti capek.”pinta Via. Iel menggeleng, “Aku mau nemenin kamu.”jawabnya. Via sedikit manyun, “nanti kamu sakit lagi terus gak bisa nemenin aku. Kamu tidur yah istirahat, aku gak mau karena aku sakit malah ngerugiin orang.” Akhirnya Iel mengangguk dan segera menidurkan kepalanya di sofa sebelah ranjang Via. Memang sudah sangat lelah tubuh Iel saat itu. Lelah batin dan lelah fisik. Akhirnya tak kurang dari 5 menit dia sudah tertidur pulas. Via menitikaan air mata ketika menatap wajah Iel yang sedang tidur itu, “maafin aku yah yel belum bisa jadi yang terbaik.”gumamnya dalam hati.
Keesokan harinya Iel bangun dan segera duduk di kursi sebelah ranjang ia. Terlihat Mamah Via masih tertidur di sofa satunya lagi. Mamah Via mengenggam diary Via, diary yang Via titipkan semalam setelah ia menulis untuk terakhir kalinya. Diary yang ingin Via tunjukan kepada sahabat-sahabatnya itu. Diary yang ia pesankan kepada Mamahnya untuk langsung ditaruh di laci mejanya. Via juga masih tidur. Tapi Iel melihat wajah Via sangat pucat. Tangannya dingin, terasa kaku. Tiba-tiba Mamah Via bangun dan segera menaruh Diary Via kedalam tas nya. Mamah Via tersenyum kepada Iel.
“Tante kok badan Via kaku?”Tanya Iel polos. Mamah Via langsung memencet bell rumah sakit. Dokter segera datang bersama para suster. Mamah Via dan Iel menunggu diluar.
“Via udah pergi.”ucap si dokter, lemas. Tak tega mengabarkan ini kepada saudara si korban. Mamah Via mengeluarkan air mata yang amat deras, lalu langsung masuk ke kamar Via dan mencium kening sang gadisnya yang sudah tiada itu. Iel tak mampu melakukan apapun. Dia lari ke taman rumah sakit. Tak ingin dia melihat wajah Via yang sudah di tutupi kain putih itu. Dia menangis sejadi-jadinya di taman itu. Dia membenamkan wajah di kedua lututnya yang ia peluk dengan tanganya. Masih belum bisa menerima kenyataan. Tepat 3 bulan ia dan Via pacaran yang terjadi Via malah meninggalkannya untuk selamanya. Tercetus keinginan untuk memaki sang pencipta. Mengapa Ia setega ini? Iel meringkuk. Menahan pedih atas kehilangan sang kekasih dan juga sang sahabat yang selama ini ia kenal sebagai gadis yang kuat, yang ceria, yang tak pernah mengeluh. Akhirnya ia mengangkat wajahnya. Diusapnya air mata yang menggenangi pipi dan kelopak matanya. Ia lupa akan satu hal, lupa memberi kabar kepada sahabatnya yang lain. Segera ia meraih Hp yang ditaruh disaku celananya.
“Vin….”ucapnya setelah sang objek mengangkat telfon dengan nada bergetar. Belum mampu mengatakan semua ini.
“Ada apa Yel?”Tanya si objek yang mulai panik karena nada si penelepon penuh kegelisahan.
“Via pergi………”jawab Iel tegas tetapi terdengar lirih . Alvin terbujur kaku di sebrang sana. Tak mampu mengatakan apa-apa lagi.
“Dimana Yel…”Tanya Alvin, lemah. Nyawanya sudah hilang sapruh. Hilang karena terlalu sedih mendengar semuanya.
“Rumah sakit pelita.”jawab Iel segit.
“Yel……serius?”Tanya Alvin memastikan. Ia belum mampu menerima kenyataan sebegini pahitnya.
“Ngapain gue bercanda mengenai hal ini Vin? Gue serius!”Iel mulai emosi. Ia sendiri masih terlalu lemah untuk mendengar berita ini apa lagi harus memberi tahu kepada yang lainnya. Alvin tak dapat berkata apa-apa. Hp yang semula ia genggam sudah terjatuh. Ia sendiri pun merosot ke lantai. Virus penyesalan sedang menerpanya. Membuat ia semakin merasa bukan seorang sahabat yang baik. “Maafin gue Vi gue gak bisa jadi sahabat yang baik. Gue gak ada disaat lo lagi lemah.”ujarnya sendiri yang berharap bahwa si Almarhumah akan mendengarnya. Tanpa banyak basa-basi dia segera ke mobil, melajukannya menuju rumah sakit.
Iel dengan gontai kembali ke ruangan Via. Sudah ada Ozy, Riko, Papah Via, Mamah Via, dan Tante Ucie mengelilingi tempat Via tertidur. Mereka sedang menatapi gadis itu. Saat Iel memasuki ruangan seketika semua yang mengelilingi ranjang Via menjauh, seolah mengerti arti Via untuk Iel. Iel mendekati ranjang Via. Ia buka kain putih yang menutup seluruh tubuh Via. Air mata terjatuh tepat ke pipi Via. Mengalir. Iel mengusap air matanya itu. Dingin. Pipi Via sangat dingin. Dia mengecup kening Via dengan air mata yang membanjiri kelopaknya. Ia genggam tangan Via dan dia cium pungung tangannya. Ia tersenyum pada Via, berharap apa yang ia saksikan hanyalah sebuah adegan sinetron. Tak kuat berlama-lama, ia segera menutup kain putih itu untuk menutupi wajah Via. Ia segera keluar ruangan dan duduk di kursi.
Alvin lari tergopoh-gopoh mencari kamar Via. Dilihatnya dari jauh seorang pria sedang menunduk, tanpa babibu dia menghampiri pria itu.
“Via dimana?”Tanya Alvin, wajahnya pucat pasi.
“Di dalem Vin.”jawab Iel tanpa menatap Alvin. Alvin segera memasuki ruangan itu, sekali lagi, orang-orang menyingkir saat datangnya Alvin. Alvin membuka kain putih yang menutupi sahabatnya itu. Air mata mengalir lagi, tak mampu ia tahan. Kedua kalinya ia mengalami kehilangan. Ibunya dan sahabatnya. Diraihnya tangan Via yang sudah tak berdaya, dia genggam sekuat tenaga untuk meluapkan rasa sesalnya.

“Maafin gue Vi. Gue bukan sahabat yang baik buat lo. Gue bukan sahabat sejati buat lo. Gue gak ada disaat lo butuh gue. Gue gak mentingin lo. Gue lebih mentingin pacar gue dibanding sahabat gue yang jelas-jelas selalu ada buat gue kapanpun gue butuh. Gue tau keadaan lo kritis tapi gue gak nengokin lo sampe akhirnya gue gak bisa ngeliat senyum lo buat terakhir kalinya. Sedangkan semua perlakuan lo ke gue? Semua sangat cukup Vi. Lo yang bikin gue bangkit saat nyokap gue pergi, lo yang nenagin gue kalau gue berantem sama bokap. Lo selalu ada disaat gue butuh lo biarin itu tengah malem. Maaf gue belum nepatin semua janji gue ke lo. Vi, kenapa harus secepat ini? Gue masih pengen ketawa bareng lo, bercanda, ngobrol, jalan, main, nyanyi, nonton kartun bareng lo. Gue belum siap kehilangan lo Vi. Kenapa semua berlalu begitu cepat sampai akhirnya rasa sesal menyelimuti gue? Gue belum nepatin janji gue buat nemenin lo seharian. Belum Vi.

Maafin gue selama ini yah Vi, gue udah ngecewain lo. Makasih banyak udah bikin hidup gue lebih berwarna. Mungkin nanti lo bakal ketemu nyokap gue di surga. Titip salam buat dia Vi.”tutur Alvin panjang lebar. Air mata mengalir deras di pipinya. Ozy, Riko, Tante Ucie, Papah Via, dan Mamah Via yang ada disitu terduduk lemah di sofa. Mereka semua menangis. Mamah Via sudah tak berdaya. Apalagi ketika mereka melihat pesan terakhir dari sang sahabat. Dikecupnya kening Via oleh Alvin.

Alvin dan Iel keluar. Ke taman depan rumah Iel. Ify sedang di Bandung, jadi dia tak bisa menemani mereka saat ini. Ify juga merasa kehilangan sahabatnya itu. Iel dan Alvin terdiam. Bingung. Besok adalah pemakaman sahabatnya itu. Mereka tak tahu apakah mereka kuat mendatangi prosesi itu? Mereka tersenyum menatap langit-langit. Sepertinya Via sedang melarang mereka untuk menangis dari langit sana.
“Vin, kita yang kuat yah.”ujar Iel akhirnya sambil tetap memandang langit. Meyemangati dirinya dan Alvin. Padahal hatinya pun masih galau.
“Iya Yel, gue tau Via bakalan lebih sedih kalau tau kita malah nangisin dia.”jawab Alvin lalu menoleh ke arah iel.
Iel menoleh juga ke arah Alvin dan tersenyum, “untuk sahabat kita. Kita akan selalu kuat. Hadapi dunia dengan senyuman.”teriak mereka berdua. Mereka lalu tertawa untuk melampiaskan semuanya. Melampiaskan segala amarah yang tertanam di benak. Kini Via bisa tenang karena melihat 2 sahabat yang paling berarti itu tidak lagi terpuruk akan kepergiannya.

Akhirnya Alvin telah usai membaca seluruh isi Diary Via. Semua curahan hati Via tertuang di dalamnya yang tak jauh membuat Alvin
semakin kehilangan sosok gadis manis itu. Sampai halaman terakhir yang Via isi.
Yang ia isi dengan aliran darah segar yang keluar dari hidungnya menetes
perlahan ke dalam diary tersebut. Bagaimana kelanjutannya?
Alvin menyadari air mata telah amat sangat membanjiri matanya dan berjatuhan ke Diary Sivia. Dipeluknya diary itu erat-erat. Seolah dia bisa menemukan kedamaian. Rasa sesal, sedih, marah,
segalanya berkecamuk di dalam batinnya. Dengan enggan dia melangkahkan kaki keluar kamar. Dia baru sadar sekarang sudah larut malam. Tadi dia masuk kamar pukul 11 siang. Dia langsung mandi dan berganti baju. Tak ada niat untuk makan.Dia terlalu lelah karena seharian menangis.Dia merebahkan badannya lagi.Kondisi badannya sudah lebih segar. Ia
taruh diary Sivia di mejanya. Lama kelamaan dia terjaga dalam tidurnya yang lelap.
Iel melamun di balkon kamarnya. Biasanya dari sini dia bisa melihat Via yang sedang berbalas senyum dengannya. Walau jarak kedua balkon amat jauh, tapi ia masih
selalu bisa melihat senyum gadis itu. Kini yang ia pandang hanya balkon kosong.
Kamar gadis itu pun gelap bertanda sudah tak berpenghuni. Rumah gadis itu pun sudah sepi, keluarga mereka juga kelelahan. Ditatapnya langit, seolah dilangit
dia akan mendapati Via sedang tersenyum padanya. Yang ia dapat hanya bintang.
Bintang yang amat terang. Ia ingin menjadi bintang, kapanpun dan dimanapun ia
berada akan selalu terang dan menemami semua orang.
Iel meraih HP nya dan melihat walpaper HP nya. Foto ia sedang bersama Via ketika sedang di taman. Ia menahan laju air matanya walau ia sadar air matanya sudah
tak dapat lagi ia bendung. Tapi ia berusaha menahannya, takut-takut gadis itu
mendapati ia sedang menangisi dirinya.
Ify tak tahu bagaimana perasaannya sekarang. Sedih. Sesal. Dia merasa bukan sahabat yang baik untuk Via. Pantaskah ia disebut sebagai sahabat jika ia sendiri tak
pernah menyadari keadaan si sahabat? Dia merasa telah gagal menjadi manusia
yang baik. Yang telah Tuhan titipkan seorang sahabat.
“Vi, maafin gue gak pernah ada disaat lo butuh gue. Maafin gue yang secara gak langsung suka ngegagalin rencana lo sama Alvin buat jalan, tapi demi Tuhan semua itu tanpa gue sengaja Vi. Kenapa lo nggak marah sama gue? Gue ngerasa bersalah Vi kalau kayak gini, terlebih kenyataan lo sekarang udah nggak ada. Maafin gue yah Vi gue juga gak ada disaat lo dalam masa-masa kritis. Disini gue cuma bisa doain yang terbaik buat lo. Makasih banyak atas selama ini yang lo lakuin buat gue, dan kita semua.”ucap Ify sembari menatapi fotonya bersama Via.
Keesokan harinya Alvin bangun dari tidurnya. Matanya masih sembab. Dia berusaha untuk tidak menangis lagi hari ini. Dia juga sadar bagaimana keadaan si sahabat jika mendapati sahabatnya itu sedang menangis. Dia mandi dan bersiap-siap untuk ke rumah Iel. Dia bertekad untuk memperlihatkan Diary Via kepada Iel dan Ify. Mereka semua juga berhak tau. Sebelumnya ia memberi tahu Ify dulu agar ke rumah Iel.
Sejam kemudian mereka bertiga sudah berkumpul di balkon rumah Iel. Biasanya mereka juga suka berkumpul, dengan Via pastinya. Wajah mereka berempat sebenarnya
sangat tidak memadai untuk diperlihatkan kehadapan orang-orang karena faktanya
wajah mereka sangat sembab dan kumel.
“Jadi?”ucap Ify membuat suasana hening itu lenyap. Mereka sudah sekitar 15 menit saling berdiaman dan berkutat dengan fikirannya masing-masing. Iel dan Alvin memandangi Ify.
Alvin mengeluarkan sebuah buku, Diary Via, dari dalam tas pinggangnya, “Nih.”kata Alvin sembari menyodorkan buku itu. Iel dan Ify saling berpandangan, heran.
“Itu diary Via yang waktu itu gue kasih kan?”Tanya Ify memastikan. Dia ingat betul diary itu. Alvin mengangguk, “Kok bisa sama lo Vin?”tanyanya lagi. “Waktu kemarin gue buka laci dia, gue nemuin ini……”jawab Alvin lirih. Dia tertunduk.
Belum sempat Alvin menyelesaikan ucapannya, Iel sudah tau, “lo baca semuanya Vin?”Tanya Iel
sembari menggeleng-gelengkan kepala. Sekali lagi, Alvin mengangguk, “Gila lo….”
“Tapi gue baca surat di depan diary itu.”kelak Alvin
tak mau dituduh macam-macam oleh sahabatnya itu. Dia membuka halaman awal diary
Via dan menemukan surat
itu, “Nih.”ucapnya seraya menyodorkan surat
itu. Iel dan Ify membaca bergantian lalu mengangguk.
“Jadi lo mau kita ikut baca?”Tanya Ify yang sekarang sudah mengerti.
“Iya. Tapi gue mohon, kalian bacanya sendiri-sendiri dan jangan pake emosi.”jelas Alvin, Iel dan Ify mengangguk.
“Gue yang baca duluan yah Fy?”pinta Iel sembari menatap Ify dengan tatapan memohon, Ify mengangguk.
“Satu lagi, jangan marah sama siapapun setelah lo baca diary itu.”ingat Alvin, Iel mengacungkan jempol. Akhirnya mereka pun berpamitan pulang.
Entah benar atau tidak keputusan yang telah ia lakukan. Keputusan untuk meminta sahabatnya yang lain terlibat untuk membaca diary Via itu. Ahhhh…… Alvin membanting tubuhnya
ke kasur. Dia malas untuk menangis lagi. Menangisi kepergian Via. Akhirnya
seharian ini dia habiskan untuk menonton film-film yang ia punya.
Iel merebahkan tubuhnya di kasur. Bersiap-siap untuk membaca peninggalan terakhir sang kekasih yang sudah damai disana. Dia menarik nafas dalam-dalam, lalu ia
mengubah posisinya yang tadinya tertidur menjadi duduk. Dia menegakkan
duduknya. Belum ia membuka laman pertama diary itu, tangannya sudah bergemetar.
Dia tarik nafas lagi, lalu ia hembuskan perlahan. Dengan yakin ia buka diary
itu dan mulai membaca.
2 jam kemudian Iel sudah selesai membaca diary itu. Diary yang sukses membuat dia menangis. Menangis histeris yang tak pantas dilakukan oleh lelaki sejati. Tapi,
apakah itu masih penting jika keadaan sudah seperti ini? Kini posisi iel sudah
terduduk di lantai. Di sebelah ranjangnya. Dia memeluk lututnya. Wajahnya pucat
pasi matanya tak kalah lembab seperti mata Alvin kemarin. Diary Via kini hanya tergoler
lemah di sebelah Iel. Iel hanya memandangi Diary Via dengan tatapan kosong.
Seandainya dia tahu sedari dulu akan perasaan Via… tapi…. Percuma juga
menyesal. Semua tak akan kembali. Rasa sesal terus menghantui dan yang ada
hanya membuat kita semakin terpuruk. Iel mencoba membuang fikiran negative yang
sempat menghampiri otaknya. Fikiran akan bodohnya dia telah mempercayai Via
untuk menjadi kekasihnya. Begonya dia yang telah menyayangi seorang gadis yang
jelas-jelas tak ada perasaan lebih kepadanya. Padahal sebelumnya dia tahu itu,
tapi dia hapuskan karena dia tak mau berfikiran yang tidak-tidak. Tapi ternyata apa yang ia kira benar, nyata. Dia juga marah pada Via, mengapa Via tega padanya?
Tega tak membalas perasaannya ini? Tapi semua ia hilangkan, karena semua
tertutup dengan rasa ibanya kepada sang kekasihnya itu.
Kali ini giliran Ify. Iel telah mengantarkan sendiri diary ini ke rumahnya. Sama seperti Iel, rasa gemetar melandanya. Dia tepis peasaan itu. Yang ia butuhkan hanya
keberanian untuk membaca diary peninggalan itu.
Kali ini butuh waktu 3 jam untuk menamatkan membaca diary itu. Mengapa lebih lama? Tangis Ify lebih dari segala tangis akan diary ini. Rasa sesal karena tak menjadi sahabat yang baik terus membebani fikirannya. Kini ia hanya memeluk diary itu dengan mengucapkan beribu-ribu maaf kepada si empunya. Berharap si empunya mendengar maafnya. Seandainya dia tau perasaan Via terhadap Alvin, apakah rasa sesal ini akan melandanya? Tidak. Tentu. Jika itu terjadi rasa bahagia yang akan melandanya tetapi tetap saja, dia akan merasa sakit hati karena orang tersayang telah dimiliki sahabatnya yang lain.
Ya, itulah perasaan Via saat itu. Ify mengerti. Dia tidak egois. Dia berjanji pada Via untuk selalu menjaga lelaki yang paling Via sayang. Berjanji untuk menjaga Alvin, untuk Via,selamanya.
Setahun telah berlalu. Sekarang ketiga sahabatnya itu telah ikhlas sepenuhnya akan kepergian sahabatnya yang lain.Mereka bertiga juga msh bersahabat dengan baik.Demi yg tlh prgi tentunya. Kini mereka bertiga telah memposisikan tubuhnya setengah duduk di samping makam sang sahabat. Mereka telah pandai menahan laju emosinya.
“Vi, apa kabar? Maaf yah kita jarang kesini.”ujar Ify membuka percakapan sembari mengelus nisan yang menuliskan nama si sahabat, Sivia Azizah, “Kita sibuk Vi, sesuai
janji gue ke lo, sampai sekarang gue masih jagain Alvin buat lo Vi.”lanjutnya sembari melirik Alvin, terlihat Alvin tersenyum ke arahnya, lalu Ify mengembalikan pandangannya ke nisan Via, “gue juga jagain Iel kok. Kita bertiga masih sahabatan.”
“Vi, gue yakin lo tenang disana. Kita disini sudah ikhlas seutuhnya akan kepergian lo. Baik-baik yah Vi disana. Tuhan pasti udah bilang kan ke lo kalau kita sayang banget sama
lo?”masih Ify yang bersuara. Suara yang semakin lama semakin bergemetar, dia
menangis, menangis kembali setelah lama tak pernah menangisi sahabatnya.
“Via…”kali ini Iel yang sudah mulai bersuara. Dia pandangi makam di depannya ini. “Maaf, aku belum nemuin pengganti kamu. Mungkin kamu terlalu baik buat aku sampai
kiranya aku susah nyari wanita yang sama kayak kamu. Tapi bukan maksud aku buat
membandingi atau pelarian. Aku Cuma mau menuhin permintaan kamu itu. Suatu saat
putri buat aku akan datang. Dan itu yang bakalan jagain aku kan?
Doain aku yah Vi supaya aku selalu terjaga.”ucap Iel. Dia tersenyum. Tak ada rasa sedikit pun untuk ingin menangis. Dia sadar, Via tak mau melihatnya menangis saat ini.
“Vi maafin gue buat selama ini. Maaf atas segala sikap gue ke lo. Makasih lo udah jadi sahabat terbaik buat gue dan kita semua. Lo udah ngasih warna terindah di hidup kita Vi, warna yang gak akan pernah pudar oleh apapun. Maafin atas segala semua sikap kita ke lo ya Vi. Kita akan selalu ngenang lo dan sayang sama lo.”ujar Alvin bijak yang sebelumnya telah menyiapkan mental untuk berkata seperti ini.
Setelah berdiaman di sebelah makam Via, dan memanjatkan doa untuk Via, mereka semua sudah bisa kembali tersenyum lega. Lega. Sangat lega telah menengok sahabatnya
itu. Kini mereka pun sedang dalam perjalanan pulang. Dia dalam mobil hanya
suara sunyi yang tercipta. Tak ada kata apapun yang terlontar. Masih sibuk
dengan fikiranya masing-masing. Yang pasti mereka memikirkan satu hal yang
sama, mereka akan selalu bersahabat selamanya. Demi Via. Akan saling
melindungi, melengkapi dan menyayangi. Ini semua demi Via. Sahabat tersayang
mereka..
Malam yang pekat membuat ketiga makhluk Tuhan terjaga dalam tidurnya. Tidur yang lelap akan letih yang sedari tadi menerpanya. Kini ketiganya sedang merasakan
keanehan. Keganjalan. Mereka tiba-tiba dikumpulkan di suatu tempat yang sama
sekali tak disangka oleh siapapun. Mereka lalu berdekatan, saling memandang,
mereka juga saling mengangkat bahu. Salah satu dari ketiga makhluk Tuhan itu
mengedarkan pandangnya ke seluruh tempat. Tiba-tiba pandagannya terhenti
setelah memandang seseorang. Seseorang yang berjalan dengan pasti mendekat
menuju kepadanya dan kedua makhluk Tuhan lainnya.
“Hey.”sapa seseorang itu. Kini dia telah berdiri di depan ketiga makhluk Tuhan lainnya.
“Ini….kamu?”Tanya seorang lelaki tak percaya. Dia mengerjap-ngerjapkan matanya, memastikan ini bukan khayalan.
“Iya Yel, ini aku……”jawab seseorang itu kepada yang bertanya, yang tak lain adalah Iel. Tiba-tiba seseorang itu melangkah menuju bangku yang sudah lengkap beserta mejanya. Pas
untuk 4 orang. Dia duduk disitu, ketiga makhluk Tuhan yang lainnya mengikuti.
Iel duduk disebelah seseorang itu, sedangkan yang lainnya di depannya. “Kaget
yah ada aku disini?”ucap seseorang itu lagi sembari tersenyum. Dia memandang
ketiga yang lainnya dengan penuh kehangatan.
“Kita kangen banget sama lo Vi……”ujar salah satu lagi dari makhluk Tuhan yang lainnya kepada seseorang itu, Via.
“Gue juga kangen banget sama kalian, sama lo apa lagi Fy.”jawab Via seraya menahan haru.
“Vi, maafin gue yaaaaa………”ujar Alvin, makhluk Tuhan yang tersisa, yang baru diketahui namanya. Dia menunduk sembari menggigit bibir bawahnya, dia gugup, dia senang
tetapi rasa sedih kembali menerpanya.
“Apa yang perlu diminta maafin lagi Vin? Gue udah lupa sama semua kesalahan lo dan kalian.”jawab Via enteng, dia terus menatap Alvin yang belum juga mengangkat wajahnya.
“Maafin kesalahan gue Vi, selalu ngingkarin janji…..”belum selesai Alvin berbicara Via telah memotongnya.
“Gue udah denger semua ini kira-kira 50 kali loh Vin. Udah lah, apa lo gak capek minta maaf terus. Walau kita udah beda dunia gue masih selalu denger dan ngawasin kalian. Tuhan baik sama gue. Gue juga udah nyampein salam lo ke nyokap lo.”tutur Via tanpa beban. Dia tersenyum lalu mengangkat wajah Alvin. Dilihatnya mata Alvin yang sedikit basah, Via tertawa lalu mendorong pelan bahu Alvin yang notabene duduk di depannya.
“Cengeng lo. Cowok juga. Iel aja gak nangis.”lanjut Via lalu melirik ke arah
Iel yang sedang menatap Via heran. Senyum kecut terukir jelas di wajah Iel.
“Berarti lo juga udah denger semua permintaan maaf gue ke lo Vi? Lo juga tau kalau kita semua baca diary lo? Lo maafin gue Vi?”Tanya Ify bertubi-tubi sembari mengepal tangannya sendiri.
Via mengangguk lalu tersenyum, “Gue tau kalian baca diary gue, gue ngerasa sedikit demi sedikit beban gue sendiri hilang karena setidaknya kalian tau apa isi hati gue. Malah gue juga harus minta maaf sama lo Fy. apa lagi sama kamu Yel.” Jawab Via lirih lalu memandang Iel yang lalu mengangguk. Kini Iel tersenyum.”gue udah pergi. Jangan bikin kepergian gue suatu beban buat kalian karena kalian mikir gue belum maafin kalian. Jauh sebelum kalian minta maaf gue udah maafin kalian.”jelas Via panjang lebar. Ify tak lagi kuat membendung rasa harunya pada Via, perlahan dia menitikan air mata,deras, seakan membuat sungai di pipinya
yang bening. Via menarik tangan Ify pelan, lalu ia genggam, “jangan nangis Fy,
kalian harus kuat yah.”lanjut Via lalu mendelik ke arah Alvin, seperti memberi kode. Alvin menarik pelan kepala Ify, lalu ia senderkan dibahunya.
“Kamu baik-baik aja kan Vi selama kamu pergi?”Iel akhirnya bersuara. Dia bertanya penuh hati-hati.
Via menoleh kearah Iel lalu melepaskan genggamanannya dari Ify menuju tangan Iel. “Aku baik-baik aja. Tapi aku akan lebih baik-baik aja kalau kamu nemuin pengganti buat aku.” Bisik Via pelan sembari tersenyum jahil.”Kapan kamu mau nyari pengganti aku? Kamu ganteng loh Yel. Tapi, maafin aku yah Yel atas semua perasaan aku ke kamu…” Lanjutnya yang tak lagi berbisik. Iel menggeleng kuat lalu mengusap lembut rambut Via. Via tersenyum.
“Banyak banget loh Vi yang ngejar-ngejar dia, tapi gak dia tanggepin.”timpal Alvin yang kini sudah bisa menetralkan perasaannya. Begitu pula dengan Ify.
Via menoleh pada Alvin, “yang bener? Cerita dong pengalaman kalian selama setahun ini. Walau gue ngawasin kalian dari atas, gue gak sepenuhnya tau loh. Tapi jangan ngebahas isi
diary gue. Gue gak mau. Yang ada malah acara nangis-nangisan”pinta Via sedikit bercanda lalu terkekeh pelan.
Lalu mereka pun saling bercerita satu sama lain. Kadang mereka terlibat akan pembicaraan yang serius ketika membicarakan posisi Alvin yang kini ketua Futsal, sedangkan Ify sebagai
wakil ketua OSIS, dan Iel, kapten basket. Mereka juga bersenda gurau jika sedang membicarakan para guru beserta wanita-wanita tidak jelas yang mengejar-ngejar Iel. Mereka melepas rindu satu sama lain. Sudah tak ada beban kali ini.
“Udah lama nih, gue pamit yah. Inget loh, kalian harus saling melindungi. Gak boleh musuhan. Kalau musuhan gue marah! Kalian gak boleh main rahasia-rahasiaan.
Harus saling terbuka dan jujur. Alvin jagain Ify yang bener, langka tuh cewek. Ify juga jagain Alvin. Iel, buruan cari cewek, aku gak mau kamu dijagain sama Alvin Ify mulu, cari cewek yang bisa jagain kamu. Oke?
Inget loh, kita semua sahabat. Walau gue udah gak ada kita semua masih sahabat kan? Tau kan kalau istilah itu, ‘Sahabat adalah saudara yang lupa Tuhan beri kepada kita’.?”tutur Via panjang lebar dengan wajah serius, tetapi senyum tetap bertengger diwajahnya. Ketiganya mengangguk. Mereka pun saling berpelukan. Ini adalah suatu perpisahan yang amat berat. Tetapi lebih indah dari pada perpisahan dengan Via yang dulu, yang sangat tiba-tiba. Mereka sudah bisa menguatkan diri mereka. Via berjalan menjauh dari meja itu, dan menaiki kuda putih yang mengantarnya dari tempatnya selama ini. Setelah menaiki kuda putih itu, dia masih terus melambaikan tangan untuk ketiga sahabat terbaiknya di dunia. Sahabat yang tak pernah digantikan posisinya. Kini Iel, Ify, dan Alvin telah terhilang dari beban salama ini.

*

Ketika cinta datang
Datang dan langsung membuyarkan lamunanku
Lamunan akan asa yang mengganjali hati
Ketika itu rasa kikuk menghampiriku
Kikuk akan datangya perasaan yang amat sensitive ini
Perasaan yang teramat sakral
Perasaan yang juga sudah digarisi oleh sang Khalik
Aku tahu, cinta itu indah
Tapi, apa masih bisa dibilang indah jika cinta itu sendiri bertepuk sebelah tangan?
Cinta datang ketika kita tak siap untuk menerima kehadirannya.
Itulah anugerah Tuhan.
Anugrah yang harus kita jaga kesuciannya
Kini aku berfikir….
Mengapa cinta tak harus saling memiliki?
Mengapa? Jika demikian bukankah lebih baik perasaan ini tak usah menhampiri?
Ya ya ya… aku mengerti
Dengan adanya teori itu, bukankah kita belajar untuk ikhlas?
Untuk merelakan orang yang tercinta bahagia dengan pilihannya
Bukankah itu bukti ketulusan cinta?
Munafik.
Munafik sekali aku jika aku ikhlas
Aku tak rela membiarkannya bahagia dengan orang lain selain aku
Walau aku tahu itu munkin yang terbaik untuknya
Itukah cinta?
Dengan kata lain cinta adalah perasaan saling manyakiti?
Rumit. Sangat.
Aku malas ketika mendapati diriku harus berhubungan dengan ‘penyakit’ hati ini.
‘penyakit’ yang pasti melanda semua insan di bumi.
Dan juga ‘penyakit’ yang seketika bisa teramat menyakitkan
Aku tak yakin dapat menjaga anugerah ini dengan baik.
Anugerah yang terlalu berat untuk aku pikul dan terlalu terjal untuk aku lalui.
Anugerah yangsangat indah jika kedua insan saling mencintai
Aku harus lebih banyak belajar dalam teori cinta ini.
Eh…bukan hanya teori tetapi juga prakteknya bahwa cinta tak harus memiliki.
Tapi Hey…..
Bagaimana jika seseorang mencintai orang lain yang jelas orang lain itu mencintai yang lainnya? Paham?
Apakah orang yang ‘dicinta’ harus menerima cinta dari yang ‘mencinta’ ?
Bukankah itu suatu kedustaan atas anugerah ini?
Dengan begitu kita sudah mengotori anugerah yang sakral itu bukan?
Tapi sesaat aku berfikir,
Selama itu bisa membuat orang lain tersenyum mengapa tidak?
Bukankah cinta juga harus rela berkorban?
Rumit, sangat rumit.
Aku lelah menggeluti dunia dan permasalahan akan ‘penyakit’ hati ini.
Terlalu indah…. Tapi, seketika bisa sebegitu……pahit.
Hingga akhirnya aku benci terkena ‘penyakit’ atau sudah layak disebut ‘virus’ ini.
Tapi aku yakin, serumit apapun itu semua sudah ada jalannya
Jalan yang terbaik yang sudah ditetapkan dan digariskan oleh sang khalik.
Jauh sebelum uhan menciptakan semuanya.
Kita hanya menjalani perjalanan ini bukan?
Menjalani sebaik-baiknya tanpa ada rasa sesal nantinya.
Rasa sesal ketika hal itu sudah menghilang, bukankah rasa kehilangan baru terasa jika kita sudah ditinggalkan?
Aku tak mau merasakan pahitnya cinta.
Yang aku harap, cinta yang indah segera menghampiriku.